JAYAPURA
"Tentu
di negara-negara yang mendukung Papua, tapi masih rahasia. Kami akan
umumkan jika sudah diresmikan," kata Buchtar Tabuni kepada Tempo, Selasa, 7 Mei 2013.
Pendirian di Oxford ini agar lebih memudahkan aktivitas penggalangan internasional terhadap status Papua. Oxford dianggap lebih demokratis dalam menerima pandangan kebebasan sebuah bangsa.
Pendiri sekaligus kepala kantor OPM di Oxford adalah
Benny Wenda, pria kelahiran Papua tahun 1975 silam. Pada tahun 1977,
ketika ia berusia 2 tahun, militer Indonesia melakukan serangan udara
dan membunuh ribuan orang, termasuk keluarganya. Dia kemudian dibesarkan
oleh pamannya dan menghabiskan lima tahun tinggal di hutan.
Benny,
yang menolak Indonesia, terus dikejar petugas. Dia pernah ditangkap dan
dipenjara pada 6 Juni 2002 di Jayapura, setelah dituduh memprovokasi
massa membakar kantor polisi. Hukumannya 25 tahun. Dalam penjara, Benny,
mantan mahasiswa di Jayapura itu, berpikir keras untuk melarikan diri.
Sampai suatu saat ia mendapat kesempatan dan kabur dari tahanan pada 27
Oktober 2002.
Benny terus melewati perbatasan Papua Nugini.
Dengan dibantu sekelompok orang, ia akhirnya lolos ke Inggris. Benny
adalah warga negara Inggris. "Tapi yang benar adalah dia warga Papua
Barat. Di Inggris itu hanya untuk sementara," kata Buchtar Tabuni.
Kampanye Benny di
luar negeri juga membumi. Ia beberapa kali berkunjung di negara-negara
Afrika, juga di Pasifik. Sampai akhirnya, pemerintah Indonesia pada
tahun 2011 mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan
Internasional untuk dirinya.
Belakangan, nama Benny dihapus dari
daftar pencarian orang (DPO) karena polisi internasional tak menemukan
unsur kriminal sebagaimana dituduhkan otoritas Indonesia.
- Ketua Parlemen Nasional Papua Barat Buchtar Tabuni menyatakan,
rencananya, kantor Organisasi Papua Merdeka juga akan dibangun di
sejumlah negara. Selain Oxford, Inggris, yang lebih dulu terdapat kantor
OPM, peresmian kedua dapat saja dilakukan di negara tetangga Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar