OLEH
:
NAMA : MESIAS TATOGO
FAKULTAS/PRODI : MANAJEMEN/MANAJEMEN
SEMESTER : VI ( ENAM )
MATA KULIAH : PERILAKU ORGANISASI
SEKOLAH
TINGGI ILMU EKONOMI ( STIE)
SWADAYA
– MANADO
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah yang Maha Kuasa telah memberikan rahmatnya dan inayahnya hingga penulis bisa
menyelesaikan tugas makalah ini, dan selanjutnya Solawat beriring Salam buat
Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia kejalan yang
benar.
Makalah
yang berjudul INDIVIDU PERILAKU ORGANISASI
ini berisi tentang konsep perilaku organisasi untuk memenuhi nilai ujian
mid semester.
Namun
demikian penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.
PENULIS
MESIAS TATOGO
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Organisasi
………………………………………………………………..7
2.2 Determinan-determinan Kerja
Individu………………………………………12
2.3Motivasi............................................................................................................ 15
2.4Kepuasan
Kerja.................................................................................................. 26
2.5Kepemimpinan................................................................................................... 28
2.6Komunikasi ....................................................................................................... 31
2.7 Kelompok
Dalam Organisasi............................................................................ 32
2.8 Konflik Antar Kelompok.................................................................................. 34
2.9 Sistem Imbalan................................................................................................. 40
2.10 Merancang Pekerjaan...................................................................................... 47
2.11 Pengambilan Keputusan................................................................................. 58
2.12 Memasuki Organisasi...................................................................................... 78
2.13 Stres pekerjaan................................................................................................ 88
2.14 Karir Dalam Pekerjaan.................................................................................... 94
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan................................................................................................. 112
3.2
Saran........................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 113
BAB I
PEDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang
perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja
individual, kelompok, maupun organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal
sebagai studi
tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik
khusus yang mempelajari organisasi,dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu
politik, antropologi dan psikologi.
Disiplin-disiplin
lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.Organisasi dalam pandangan beberapa pakar
seolah-olah menjadi suatu “binatang” yang berwujud banyak, namun tetap memiliki
kesamaan konseptual. Atau dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat
tergantung kepada konteks dan perspektif tertentu dari seseorang yang
merumuskan tersebut.
Setiap
manusia mempunyai tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena pengaruh
pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia akan sama
dalam satu hal yaitu ingin mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Bagi masyarakat pada era
industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang
sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang
mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau jasa, ataupun dalam
rangka mengembangkan dirinya.
Komunikasi mengacu pada tindakan,
oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan, terjadi dalam
suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk
melakukan umpan balik. hal Ini mengandung elemen-elemen yang ada
dalam setiap tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi,
antarpribadi, kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa. Dalam
komunikasi ini kita juga akan menyinggung sedikit tentang Perhatian, Pemahaman
dan Mengingat Informasi.
2.1 RUMUSAN MASALAH
Masalah-masalah
yang akan di pecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Apakah
pengertian dari PERILAKU ORGANISASI?
2.
Penjelasan
elemen-elemen penting yang ada didalam PERILAKU ORGANISASI?
1.3 TUJUAN
DAN MANFAAT
Tujuan dalam pembuatan makalah ini
dibagi kedalam dua tujuan yakni dilihat dari tujuan secara umum dan secara
khusus.
Ø Tujuan secara umum yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai
Perilaku Organisasi
Ø Tujuan
secara khusus yaitu Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi salah
satu tugas mata Perilaku Organisasi. Yang diharapakan mahasiswa dapat
memahaminya secara mendalam.
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu:
1.
Bagi penulis manfaatnya yakni menambah wawasan serta dapat memahami tentang
Perilaku organisasi.
2.
Bagi UNISI, manfaat dibuatnya makalah
ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
Perilaku Organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
SIFAT ORGANISASI
Ada 3 hubungan dasar dalam hubungan formal :
1.
Tanggung jawab
Hal ini merupakan kewajiban individu
untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Barang kali bisa diarahkan dengan terjadinya
spesialisasi dalam bekerja.
2.
Wewenang
Wewenang adalah hak untuk mengambil
keputusan mengenai apa yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan hak untuk
meminta kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.
3.
Pertanggungjawaban
Apabila wewenang berasal dari pimpinan
ke bawahan, maka pertanggung jawaban berasal dari bawahan ke pimpinan.
Pertanggung jawaban merupakan laporan hasil dari bawahan kepada yang berwenang
(atasan).
Unsur-unsur organisasi terdiri dari :
1.
Manusia (Human
Faktor), artinya organisasi baru ada, jika ada unsur manusia yang bekerjasama,
ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2.
Sasaran,
artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
3.
Pekerjaan,
menunjukkan bahwa organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan
serta adanya pembagian pekerjaan.
4.
Teknologi, ini
artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-unsur teknis.
5.
Tempat
kedudukan, organisasi itu ada jika ada tempat kedudukannya.
6.
Struktur,
organisasi tersebut baru ada jika ada hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7.
Lingkungan (Enviromental External Sosial System),
artinya organisasi baru ada jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi,
misalnya ada sistem kerja sama sosial.
Sistem
Organisasi
Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana
pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat
formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih
apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Di
organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah tugas yang
jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak
terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresi
mereka terkait dengan pekerjaan.
Kadar
formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.
Desain Organisasi yang Umum
1.
Struktur
Sederhana
Struktur
Sederhana dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang sebenarnya. Struktur
ini tidak rumit. Struktur Sederhana yang dicirikan dengan kadar
departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang
terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.
Struktur sederhana adalah sebuah
organisasi “rata”; biasanya hanya memiliki dua atau tiga tingkatan vertikal,
badan karyawan yang longgar, dan satu individu yang kepadanya wewenang
pengambilan keputusan dipusatkan.
Kekuatan dari struktur ini terletak
pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel, tidak mahal untuk dikelola, dan akuntabilitasnya
jelas. Kelemahannya adalah struktur ini sulit dijalankan di mana pun selain di
organisasi kecil. Struktur sederhana menjadi semakin tidak memadai tatkala
sebuah organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan
sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) informasi di puncak, struktur
ini berisiko segalanya bergantung pada satu orang.
2.
Birokrasi
Birokrasi sebuah struktur dengan
tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesilisasi, aturan
dan ketemtuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam
berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit,
dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.Standarisasi merupakan
konsep kunci yang mendasari semua birokrasi.Birokrasi adalah sebuah kata yang
memiliki konotasi tak menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi
memiliki keunggulan. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya
menjalankan kegiatan-kegiatan yang berstandar secara sangat efisien. Kelemahan
dari biokrasi adalah sesuatu yang kita semua pernah alami suatu kali ketika
harus berhadapan dengan mereka yang bekerja di organisasi-organisasi seperti
berlebihan dalam mengikuti aturan.
3.
Struktur
matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur
yang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi
fungsional dan produk.Pilihan desain organisasi lain yang populer adalah
struktur matriks (matrix structure).
Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk departementalisasi:
fungsional dan produk.
Kekuatan departementalisasi fungsional
terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialisasi, yang meminimalkan jumlah
yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber-sumber
daya khusus untuk seluruh produk. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya
mengoordinasi tugas para spesialisasi fungsional yang beragam agar kegiatan
mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran.
Karakteristik struktural paling nyata
dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando. Kekuatan
matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi koordinasi manakala
organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit dan saling tergantung.
Kelemahan matriks terletak pada kebingungan yang diciptakannya,
kecenderungannya untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasan, dan stres yang
dirasakan pada individu.
Desain
Organisasi Struktural
1.
Struktur Tim
Ketika manajemen menggunakan tim
sebagai alat koordinasi sentral, anda memiliki sebuah organisasi horizontal
atau struktur tim (team structure),
Struktur tim adalah Pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. karakteristik struktur tim adalah
bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan
mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja.
2.
Organisasi
Virtual
Organisasi virtual (virtual organization), terkadang juga di
sebut organisasi jaringan atau modular, yang biasanya merupakan organisasi inti
kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis. Dalam bahasa
struktural, organisasi virtual sangat sentralistis dengan sedikit
departementalisasi atau tidak sama sekali.
3.
Organisasi
Nirbatas
Mantan pemimpin General Electric, Jack
Welch, menciptakan istilah organisasi nirbatas (boundaryless organization) untuk menggambarkan impiannya bagi GE di
masa depan. Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha
menghapus rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti
departemen dengan tim yang diberdayakan.
Tingkatan Analisis
Sebelummembahas
tingkatan dalam analisis organisasi sebaiknya kita ketahui dulu apa saja yang
menjadi acuan dalam pembahasan teori organisasi, pada bahasan disini adalah
pengertian organisasi menurut pendekatan modern dan dapatdilihatpada :
1.
LingkunganOrganisasi
2.
Organisasi secara keseluruhan
3.
Bagian – bagian Organisasi
4.
Kumpulan individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian orgnaisasi
Ke empat tingkatan
tersebut harus diperhatikan dalam meninjau permasalahan organisasi sesuai
urutannya. Pada tingkatan analisis organisasi ini tidak membahas
masalah individu yang merupakan anggota organisasi, tetapi maslah individu
dinyatakan sebagai analisis perilaku. Analisis Perilaku ini adalah suatu
pendekatan psikologis yang mempelajari motivasi kepemimpinan dan sebagai aspek
kepribadian individual lainnya.Seperti kita ketahui bahwa pendekatan dalam
teori organisasi adalah pendekatan klasik, pendekatan neo-klasik dan pendekatan
modern. Tingkatan analisis organisasi ini merupakan pandangan dari pendekatan
modern karena organisasi menurut pendekatan ini adalah bagian atau subsistem
lingkungan yang sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Pandangan
tersebut menunjukkan bahwa lingkungan merupakan salah satu elemen penting yang
harus diperhatikan dalam analisis organisasi.
Efektivitas
Organisasi
Menurut
Soekarno K.[1][1]efektif adalah
pencapaian tujuan atau hasil dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor
tenaga, waktu, biaya, fikiran alat dan lain-alat yang telah dikeluarkan/
digunakan. Hal ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan
adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Jadi pengertian
efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian tujuan atau hasil yang
dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara bersama-sama.
Pendekatan-Pendekatan Keefektifan
Organisasi
1.
Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal
attainment approach)
Pendekatan
pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat
dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian
tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan.
Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang sah dalam
mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus diperhatikan.
Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan tersebut
harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga,
tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus
ada consensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.
2.
Pendekatan Sistem (system
approach)
Pendekatan
system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi
terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian
ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak yang negative
terhadap performa keseluruhan system.
Keefektifan
membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi
lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik
dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan
konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi
organisasi yang stabil.
Kekurangan
yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan
pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting.
Keunggulan akhir dari pendekatan system adalah kemampuannya untuk diaplikasikan
jika tujuan akhir sangat samara atau tidak dapat diukur.
3.
Pendekatan
Konstituen-Strategis (strategic-constituencies approach)
Pendekatan
konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi
diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan
bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan
organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah
organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak
yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk kelangsungan hidupnya
di masa depan.
Kekurangan
dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi
strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar
untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin
kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan
pendekatan konstituensi strategis, para manajer mengurangi kemungkinan bahwa
mereka mungkin mengabaikan atau sangat mengganggu sebuah kelompok yang
kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata.
4.
Pendekatan
Nilai-nilai Bersaing (Competing-values approach)
Nilai-nilai
bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa
berbagai macam pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi.
Pendekatan nilai-nilai bersaing mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari
setiap daftar criteria Efektifitas Organisasi yang komprehensif dan bahwa
elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan
kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut
lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.
Perilaku individu
Perilaku individu adalah sebagai
suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Individu
membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi,
pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu,
karakteristik individu akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu
organisasi atau lainnya. Selain itu,
organisasi juga memiliki karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi
individu. Karakteristik organisasi, antara lain reward system dan pengendalian.
Selanjutnya, karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik
organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Dalam kaitan antara individu dengan
organisasi, maka ia membawa karakteristik individu ke dalam organisasi,
sehingga terjadilah interaksi antara karakteristik individu dengan
karakteristik organisasi. Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam
organisasi. Perilaku individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai
berikut:
Dasar-Dasar Perilaku Individu
Semua
perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya.
Sajian berikut ini akan diarahkan pada empat variabel tingkat-individual, yaitu
karakter biografis, kemampuan, kepribadian, dan pembelajaran. Berikut ini
adalah penjelasan dari keempat variabel tersebut.
1.
Karakteristik
Biografis
Karakteristik biografis merupakan
karakteristik pribadi yang terdiri dari:
a.
Usia
Ada keyakinan
yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang.
b.
Jenis Kelamin
Perbedaan
antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada juga yang berpendapat tidak ada perbedaan
yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah , keterampilan analisis,
dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.
c.
Status
Perkawinan
Perkawinan
biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih
berharga dan penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga.
d.
Masa Kerja
Masa kerja yang
lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan
rekan kerjanya yang lain.
Prestasi kerja
Pengertian prestasi kerja disebut
juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance.
Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi”
dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut
berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa
Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
Bernardin
dan Russel memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut
“performance is defined as the
record of outcome produced on a specified job function or activity during a
specified time period” (Prestasi
kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh
melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo
waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami
bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari
sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan.[2][2]
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai
tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi,
dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan perusahaan. (www. Feunpak. web. Id/ jima/isna.txt). Model
perilaku dan prestasi kerja individu dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh
bebrapa faktor, faktor-faktor tersebut dijelaskan dalam sub pokok bahasan
berikutnya.
2.3 MOTIVASI
Motivasi
merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi
adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk menerangkan faktor-faktor
dalam diri individu, yang dapat membangkitkan, mempertahankan dan menyalurkan
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi
berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia.
Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia
untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah
laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivasi.[3][3]
Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
1.
Sebuah perilaku dapat hanya
dilandasi oleh sebuah motivasi;
2.
Sebuah perilaku dapat pula dilandasi
oleh bebrapa motivasi;
3.
Perilaku yang sama dapat dilandasi
oleh motivasi yang sama;
4.
Perilaku yang sama dapat dilandasi
oleh motivasi yang berbeda;
5.
Perilaku yang berbeda dapat
dilandasi oleh motivasi yang sama;
6.
Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh
motivasi yang berbeda.
2.3. Kemampuan
Kapasitas individu
untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tidak sama satu dengan
yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing.
Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor,
yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
a. Kemampuan
Intelektual
Ada tujuah dimensi yang paling
sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual, yaitu:
Kecerdasan
Numerik
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
Pemahaman
Verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca dan
didengar serta menghubungkan kata satu dengan yang lain.
Kecepatan
Konseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.
Penalaran
Induktif
Kemampuan
mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan
masalah itu.
Penalaran
Deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.
Visualilasi
Ruang
Kemampuan
membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang
diubah.
Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu.
b. Kemampuan fisik
Kemampuan fisik memiliki makna penting
khusus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan.
Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh,
kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi
tubuh, keseimbangan, dan stamina
Persepsi
Persepsi
adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kessan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ada beberapa
teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih
akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat
ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitan karena
tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu
kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan
apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan,
dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang
berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang yang
menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang
menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita mencerna
sedikit demi sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja kita
mencernanya sesuai dengan latar belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat
kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin terjadi dengan jalan pintas ini.
Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang
individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat
bersemangat, pintar, dls. Orang yang menilai dapat mengisolasi hanya
karakteristik tunggal. Suatu ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan oarng dari
individu yang sedang dinilai.
Efek kontras : yaitu evaluasi atas
karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh
pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang
berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama.
Contohnya adalah orang yang diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih
menguntungkan jika sebelumnya ia telah didahului oleh banyak pelamar yang
kurang bermutu.
Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke
orang lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan
menganggap orang lain sama dengannya
Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi
seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang
gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama.
Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan
memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa
stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.
Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi.
Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa
penerapannya yang lebih jelas :
- Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara
sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang
berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang
sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan
mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari
angkatan kerja suatu organisasi.
- Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan
berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika
persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang
akan menentukan perilaku kita. Misalnay manager memperkirakan orang akan
berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi
ekspektasi rendah ini.
- Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang
karyawan sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini
bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif
adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil
penilaian tersebut.
- Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi,
tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja
saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan
subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.
- Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang
sering dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut
setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan
tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan
tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada
organisasi ataupun sebagai pengacau.
Kepribadian
Kepribadian
merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan
berperilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan. Kepribadian juga
merupakan jumlah total kecenderungan bawaan atau herediter dengan
berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk
kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap
kehidupan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepribadian meliputi segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat
diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan
menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu
merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.[5][5] Menurut Gordon Allport kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk
menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.[6][6] Untuk tujuan kita , Anda hendaknya menganggap bahwa
kepribadian merupakan keseluruhan cara
dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain
Menilai
Kepribadian
Menilai kepribadian seseorang dalam perekrutan karyawan
sangatlah penting karena membantu para manajer untuk memilih calon yang
terbaik. Terdapat tiga cara untuk menilai kepribadian seseorang, diantaranya:
1.Survei
mandiri
Merupakan cara yang paling umum yang digunakan untuk menilai
kepribadian. Kekurangan dari survei mandiri adalah kebohongan dari individu,
mungkin mereka lebih menunjukkan kesan yang lebih baik dari pada faktanya.
Kekurangan selanjutnya adalah akurasi, dimana seorang yang memiliki talenta
yang baik sedang dalam suasana hati yang tidak bagus, sehingga dapat
mempengaruhi survei mandiri.
2.Survei
peringkat oleh pengamat
Dikembangkan untuk memberikan penilaian bebas mengenai kepribadian.
Survei dilakukan oeh rekan kerja dengan sepengetahuan individu yang dinilai
ataupun bisa tidak. Dari survei peringkat oleh pengamat bisa memberi tahu
sesuatu yang unik mengenai perilaku seorang individu di tempat kerja.
3.Ukuran
proyeksi
Ukuran proyeksi dianggap sebagai tantangan karena seseorang
ahli sering kali menilai hasil-hasil tersebut secara berbeda satu sama lain.
Maka dari itu, ukuran proyeksi sangat tidak efektif sehingga jarang digunakan.
Sifat Kepribadian Utama yang
Mempengaruhi Perilaku Organisasi
Sifat kepribadian yang menjadi indikator kuat perilaku di
organisasi / tempat kerja, yaitu :
1.Evaluasi
inti diri
Tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri
mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan
apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan
mereka.
2.Marchiavellinisme
Tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan
jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.
3.Narsisme
Kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan
diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri
sendiri.
4.Pemantauan
diri
Kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya
dengan faktor-faktor situasional eksternal.
5.Pengambilan
resiko
6.Kepribadian
tipe A
Keteribatan secara agresif dalam erjuangan terus-menerus
untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan bila perlu
melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain.
7.Kepribadian
Proaktif
Sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani
bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti.
Pengertian Motivasi
Motivasi
adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak
untuk memuaskan kebutuhan individu. Suatu kebutuhan (need), dalam terminologi
berarti suatu kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran
tertentu terlihat menarik (Robinns,S, 2002: 55). Motivasi adalah keseluruhan
proses pemberian motivasi (dorongan) kepada para pegawai agar mereka mau dan
suka bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan
efisien (Wursanto, 2003: 267).[7][7]
Motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang di
kondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan
individual.[8][8]
a. Hubungan Antara
Motivasi dan Perilaku
Hubungan antara motivasi dan
perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut (Sutarto, 1984; 275):
1.
Sebuah perilaku dapat hanya
dilandasi oleh sebuah motivasi
2.
Sebuah perilaku dapat pula dilandasi
oleh bebrapa motivasi
3.
Perilaku yang sama dapat dilandasi
oleh motivasi yang sama
4.
Perilaku yang sama dapat dilandasi
oleh motivasi yang berbeda
5.
Perilaku yang berbeda dapat
dilandasi oleh motivasi yang sama
6.
Perilaku yang berbeda dapat
dilandasi oleh motivasi yang berbeda
b.
Motivasi sebagai pendorong individu
Motivasi
digunakan individu untuk mendorong mereka dalam :
a.
menentukan kebutuhan atau
kesenjangan kebutuhan
b.
pencarian jalan keluar bagi memenuhi
dan memuaskan kebutuhan
c.
pilihan perilaku untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
d.
penentuan kebutuhan dimasa yang akan
datang pencarian bagi cara pemenuhannya
e.
evaluasi atas pemuasan kebutuhan
c.
Beberapa pendekatan mengenai
Motivasi
a.
pendekatan tradisional atau dikenal
sebagai traditional Model of motivations theory
b.
pendekatan relasi manusia atau human
relation model
c.
pendekatan sumber daya manusia atau
human resources model
d.
indicator motivasi individu
Dalam konteks studi psikologi abin
syamsudin (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat
dilihat dari beberapa indicator, diantaranya :
a.
Durasi kegiatan
b.
Frekuensi kegiatan
c.
Persistensi pada kegiatan
d.
Ketabahan,keuletan dan kemampuan
dalam menghadapi rintangan dan kesulitan
e.
Pengorbanan untuk mencapai tujuan
f.
Tingkat aspirasi yang hendak di
capai dengan kegiatan yang dlakukan
g.
Tingklat kualifikasi frestasi atau
produk (out put) yang di capai dari kegiatan yang dilakukan
Teori-Teori
Motivasi
Dasarwarsa 1950an adalah kurun waktu
yang berhasil dalam perkembangan konsep-konsep motivasi. Hendaknya anda
mengetahui teori-teori dini ini sekurang-kurangya untuk dua alasan :
a.
Teori-teori ini mewakili suatu
fundasi dari situlah tumbuh teori-teori kontemporer,
b.
Manajer-manajer praktik secara
teratur menggunakan teori-teori ini dan peristilahan mereka dalam menjelaskan
motivasi karyawan.
1. Teori Hirarki Kebutuhan
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,yaitu:
a.
kebutuhan faali ( fisiologis ) :
antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan,seks dan
kebutuhan ragawi lainnya.
b.
Keamanan : antara lain keselamatan
dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
c.
Kebutuhan social : mencakup kasih
sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan.
d.
Kebutuhan penghargaan: mencakup
factor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi dan factor
hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
e.
Aktualisasi diri (selp actualization)
: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi ; mencakup pertumbuhan,
mencpaai potensialnya dan pemenuhan diri.
2. Teori X dan Y
Teori X maksudnya pengandaian bahwa
karyawan-karyawan tidak menyukai kerja, malas tidak menyukai tanggung jawab dan
harus di paksa untuk berfrestasi.
Teori Y maksudnya : pengandaian bahwa karyawan-karyawan
menyukai kerja, kreatif,berusaha bertanggung jawab dan dapat menjalankan
pengarahan diri.
Douglas Mcgregor menemukan teori X dan teori Y setelah
mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang
didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas
beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku
mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tsb.
Ada 4 asumsi yang dimiliki manajer
dalam teori X :
1.
Karyawan pada dasarnya tidak
menyukai pekerjaan, dan sebisa mungkin berusaha untuk menghidarinya.
2.
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,dikendalikan,
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.
Karyawan akan menghidari tangung
jawab dan mencari perintah formal
4.
Kebanyakan karyawan akan menaruh
keamanan diatas semua factor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit
saja.
Bertentangan dengan
pandangan-pandangan negative mengenai sifat manusia dalam teori, ada pula
asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :
1.
Karyawan mengangap kerja sebagian
hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain.
2.
Karyawan akan berlatih mengendalikan
diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
3.
Karyawa bersedia belajar untuk
menerima, mencari dan bertanggung jawab
4.
Kemampuan untuk mengambil keputusan
inovatif (pembaharuan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlu merupakan
milik diri mereka yang berada dalam posisi manajemen
3. Teori Pengharapan
Adalah kekuatan dari suatu
kecendrungan untuk bertindak dlam suatu tertentu bergantung pada kekuatan suatu
pengharapam bahwa tindakan itu akan ikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada
daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu.
Teori ini memfokuskan pada 3
hubungan :
1.
Hubungan upaya – kinerja :
probabilitas yang di persepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya
tertentu itu akan mendorong kinerja.
2.
Hubungan kinerja – ganjaran :
derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat
tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3.
Hubungan ganjaran – tujuan – pribadi
: derajat sejauh mana ganjaran –ganjaran organisasi hal yang memenuhi tujuan
atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran
potensial tersebut untuk individu itu.
4.
Teori Keadilan
Adalah teori bahwa individu
membandingkan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan orang
lain dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidak adilan.
Apabila seseorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai dan dua kemungkina dapat
terjadi yaitu.
a.
Seseorang akan berusaha memperoleh
imbalan yang lebih besar.
b.
Mengurangi intensitas usaha yang di
buat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu,
seorang pegawai biasanya menggunakan 4 hal sebagai pembanding yaitu :
1.
Harapan tentang jumlah imbalan yang
dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan,sifat pekrjaan dan pengalamanya.
2.
Imbalan yang diterima oleh orang
lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaan nya relative sama
dengan yang bersangkutan sendiri.
3.
Imbalan yang diterima oleh pegawai
lain diorganisasi lain dikawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis
4.
Peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengenai jumlah jenis imbalanya merupakan hak para pegawai.
5. Teori Penentuan Tujuan
Teori bahwa tujuan yang khusus dan
sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Edwin locke mengemukakan bahwa
dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
a.
Tujuan – tujuan mengarahkan
perhatian
b.
Tujuan – tujuan mengatur upaya
c.
Tujuan – tujuan meningkatkan
persistensi dan
6. Teori Memperkuat (Re-inforcement)
Teori penguatan mengabaikan
keadaan-dalam, diri individu dan memusatkan semata-mata pada apa yang terjadi
pada seseorang bila ia mengambil sesuatu tindakan karena tidak memperdulikan
apa yang mengawali perilaku,dalam arti seksama, teori yang ampuh terhadap apa
yang mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini lazim di
pertimbangkan dalam pembahasan motivasi.
Secara spesifiknya teori ini
mempunyai sesuatu rekaman yang mengesankan untuk meramalkan factor-faktor
seperti kualitas dan kuantitas kerja, ketekunan upaya, kemangkiran,
keterlambatan dan kadar kecelakaan.teori itu tidak mengemukakan banyak wawasan
kedalam kepuasan karyawan atau keputusan untuk berhenti
2.4
KEPUASAN KERJA
Sumber-Sumber Kepuasan Kerja
A.
Pekerjaan itu
sendiri
Setiap
pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya
masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa
keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja.
B.
Teman sekerja
Merupakan faktor yang
berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai
lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan
kerja yang meningkat
C.
Atasan
Atasan yang baik berarti mau
menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai
figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Hubungan antara karyawan dengan
pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja.
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik
dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya
merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja
D. Promosi
Merupakan
faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
peningkatan karier selama bekerja. Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang
yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada
karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru
perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja
E. Gaji/Upah
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
1.
Akibat-akibat Kepuasan Kerja
Pekerja yang
bahagia cenderung lebih produktif, meski sulit untuk mengatakan kemana arah
hubungan sebab akibat tersebut.ketika kita pindah dari tingkat individu
ketingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan
kerja. Ketika data prodiktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan
untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang
lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan oeganisasi yang mempunyai
karyawan yang kurang puas.
Karyawan dalam pekerjaan jasa sering
berinteraksi dengan pelanggan.karena manajemen organisasi jasa harus
menyenangkan pelanggan adalah masuk akal. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang
puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Mengapa? Dalam organisasi
jasa, pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana
karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas
cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan.
Karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan
besar menemui wajah pamiliar dan menerima layanan yang berpengalaman
2.
Kecenderungan-kecenderungan dalam
Tingkat-tingkat Kepuasan Kerja
a.. Produktifitas
atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi
menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja
mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima
kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul.
Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang
berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan
berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.[12][12]
b. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan
berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda.
Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang
mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja.[13][13] Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari
pekerjaan, lebih besar kemungkinannya
berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja
atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain
meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang
milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
2.5
KEPEMIMPINAN
kepemimpinan adalah faktor kunci dalam suksesnya suatu
organisasi serta manajemen. Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja
para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang
baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber
daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
1.
Sifat-sifat Kepemimpinan
a.
Feodalistis
atau Otokratis
Wewenang
sepenuhnya ada dalam tangan pemimpin ini. Gagasan, rencana, keputusan, semuanya
berasal dari pemimpin atau satu orang. Anggota tidak mendapatkan waktu atau
kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.
b.
Bebas
Pemimpin
bersifat bebas membiarkan orang mengemukakan pendapatnya, bebas sekehendak
hatinya, tanpa memberikan arah yang tegas, sehingga mudah menimbulkan konflik.
c.
Demokratis
Setiap anggota diberi hak dan kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, mengajukan saran-saran dan pertanyaan-pertanyaan, turut membuat
rencana dan mengambil keputusan. Tanggung jawab suatu keputusan dipikul
bersama. Sifat-sifat seperti ini memberi pengertian dan mendidik anggota untuk
cinta dan setia pada organisasi dan menggugah tanggung jawab.
2.
Ciri-ciri Pembawaan Kepemimpinan
Kepemimpinan dan kepribadian
bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang. Seorang pemimpin yang
taatasas adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan dalam kehidupan
kepribadiannya sekaligus mampu menciptakan kekuatan dalam kepemimpinannya.
Seorang pemimpin akan menyesuaikan irama dan langkahnya dengan semua orang yang
bekerjasama dengannya. Karena itu selayaknya kalau anda sebagai pemimpin ingin
mengetahui beragam determinan yang berkaitan dengan kepribadian anda. Misalnya,
perilaku anda akan mencirikan budaya anda.
Budaya itu sendiri akan menentukan seberapa
jauh anda bersifat atraktif. Beberapa ungkapan agaknya dapat dipakai sebagai
bentuk habit (komponen budaya) seorang pemimpin “you are what you talk”; “you
are what you eat”; “kerja keras, cerdas, dan ikhlas”. Dengan demikian jika anda
ingin menanamkan nilai-nilai pada budaya organisasi maka pertanyaan mendasar
adalah apakah perilaku anda dapat diterima oleh semua orang yang ada di dalam
organisasi tersebut. Jadi sang pemimpin harus memulai dari dirinya sendiri.
Dengan kata lain cara untuk mengubah budaya dalam organisasi adalah dengan mengubah
perilaku sang pemimpin itu sendiri.
3.
Teori Prilaku Pemimpin
Selama
tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku
pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari
perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode
tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada
tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk
melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang
efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan.
Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan
untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja
bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat
dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
4.
Teori Path Goal
Sekarang ini salah satu pendekatan
yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal
adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House,
yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan
pada inisiating structure dan consideration serta teori
pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa
merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka
dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk
menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara
keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin
yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke
pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang
lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House
mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader,
supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan
dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa
pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa
pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang
bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha
meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini,
pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif,
kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut
sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
5.
Model Vroom dan Yetton
Teori kepeminmpinan vroom &
yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut
teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya
kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu.
2.6 KOMUNIKASI
Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai
pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan
bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit
komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan
berfungsi dalam suatu lingkungan. Tujuan komunikasi dalam proses organisasi
tidak lain dalam rangka membentuk saling pengertian (mutual undestanding) .
Pendek kata agar terjadi penyetaraan dalam kerangka referensi, maupun dalam
pengalaman.
1.
Perhatian
Perhatian adalah
merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada suatu obyek atau kepada sekumpulan obyek-obyek. Perhatian juga
adalah merupakan penyeleksian terhadap stimuli yang ditermia oleh individu yang
bersangkutan.[14][15][2]
Menurut Dr. Aryan
Ardhana, perhatian adalah suatu kegiatan jiwa. Perhatian dapat didefinisikan
sebagai proses pemusatan phase-phase atau unsur-unsur pengalaman dan
mengabaikan yang lainnya.
Sedang menurut Drs. Dakir, perhatian adalah keaktifan
peningkatan kesadaran dalam pemusatannya kepada barang sesuatu baik di dalam
maupun di luar diri kita.
2.
Pemahaman
Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu kemampuan seseorang
dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan
caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.
Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan
kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri
disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai
pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup,
kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman
merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam
orang lain.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Pemahaman adalah
sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Suharsimi
menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang
mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan
kembali, dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan
bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep.
2.7
KELOMPOK DALAM ORGANISASI
1.
Sifat Kelompok Kerja
Kelompok Kerja adalah kelompok yang
terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk
membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan Berbagi info,
Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak
Tim Kerja adalah kelompok yang
upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar daripada
jumlah dari masukan-masukan individual. Tanggung Jawab individual dan timbal
balik, Keterampilan Saling melengkapi.
Karakteristik Kelompok Efektif
a.
Kompetensi Teknis
b.
Kohesi
c.
Nilai dan Tujuan kelompok jelas
d.
Dukungan dari Anggota
e.
Kesetiakawanan
f.
Keterbukaan
g.
Pengambilan Keputusan
h.
Fleksibel
i.
Kreatif
j.
Kepemimpina yang jelas
2.
Kepaduan Kelompok
Festinger (dalam Shaw, 1979:197)
mengatakan bahwa kepaduan kelompok merupakan “the resultant of all the forces
actingon the member to remain in ther group”. Artinya kepaduan kelompk
merupakan hasil akhri keseluruh kekuatan yang menyebabkan anggota tetap
bertahan dalam kelompok
3. prestasi
Kelompok
Prestasi kelompok merupakan output
atau tujuan
dari kelompok. Ada tiga unsur yang mjenentukkan prestasi kelompok, yaitu :
produktivitas (derajat perubahan harapan tentang nilai-nilai yang dihasilkan
oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan dari hambatan-hambatan dalam
kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan (tingkat kemampuan kelompok
untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisi yang penuh
tekanan (stress).
4. Norma-norma
Kelompok
Norma kelompok adalah
pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan prilaku atau perbuatan anggota
kelompok. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat
bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa
karena ia termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang
tunduk pada norma kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran,
sehingga norma kelompok dijadikan normanya sendiri.
Dalm hal ini, individu dapat ikut
membentuk norma kelompok bersangkutan, tetapi individu dapat pula tinggal
mengambil oper norma kelompok yang telah ada. Norma kelompok merupakan norma
yang relative tidak tetap. Ratinya, norma kelompok dapat berubah sesuai dengan
keadaan yang dihadapi oleh kelompok. Sesuai dengan perkembangan keadaan yang
dihadapi oleh kelompook, kemungkinan norma kelompok akan mengalami perubahan
sehingga norma kelompok yang dahulu berlaku kini sudah tidak berlaku. Misalnya
saja dalam suatu kelompok ada norma bahwa setiap anggota kelompok harus
berambut panjang, namun karena perkembangan keadaan norma dapat berubah bahawa
setian anggota kelompok tidak perlu berambut panjang, tetapi memakai sesuatu
yang menjadi norma kelompok tersebut.
5. Penolakan
(deviance)
Penolakan adalah bagian dari
perkembangan yang meliputi semua aspek kehidupan kita. Setelah bekerja
keras selama beberapa tahun terakhir dalam hal pengembangan kepribadian, saya
telah belajar bahwa tidak mungkin untuk menghindari penolakan jika kita
benar-benar ingin berkembang ke arah yang positif. Penolakan membantu kita
untuk mengungkap kelemahan yang tak terlihat, belajar lebih banyak tentang diri
kita sendiri, dan akhirnya tumbuh sebagai seorang manusia.
2.8
KONFLIK ANTAR KELOMPOK
A. DEFINISI KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja
Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya
atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu Interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan
integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis
(1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam
berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik
dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka
secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik
tersebut telah menjadi kenyataan.
4.
Dipandang
sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama
pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi
merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan
dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
B.
FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap
orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang
dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian
dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu
pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang
memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,
tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat
industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
JENIS-JENIS
KONFLIK
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
Konflik antara
atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam
keluarga atau profesi (konflik peran (role))
Konflik antara
kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Koonflik antar
satuan nasional (kampanye, perang saudara)
Konflik antar
atau tidak antar agama
Konflik antar
politik.
AKIBAT KONFLIK
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik
dengan kelompok lain.
keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dll.
kerusakan harta
benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan
penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang
berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema
dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap
hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut:
Pengertian yang
tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari
jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang
tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
Pengertian yang
tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
"kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
STUDI KASUS KONFLIK ANTAR KELOMPOK
BESERTA SOLUSINYA :
Setelah beberapa saat kita tidak
lagi dipusingkan oleh konflik yang terjadi di Poso dan Aceh kini perhatian kita
kembali tertuju pada pertikaian suku di Papua. Korban jiwa telah berjatuhan
akibat konflik berdarah tersebut. Sepertinya permasalahan konflik tidak pernah
habis-habisnya mendera bangsa ini, sementara solusi yang dicanangkan terkadang
tidak memberikan hasil menggembirakan, dan hanya merupakan penyelesaian
temporal karena tidak adanya tindakan preventif untuk mencegah munculnya
pertikaian baru. Konflik adalah permasalahan serius yang dapat berakibat
kehancuran bagi negara ini melalui disintegrasi bangsa. Untuk itu perlu
tindakan intens oleh semua pihak agar konflik tidak hanya selesai tapi
kemungkinan untuk muncul kembali dapat semakin diminimalkan.
Latar Belakang
Saya pikir pertama kita perlu untuk menilik sekilas dua latar belakang mendasar
beberapa konflik yang pernah terjadi. Pertama, konflik dirangsang oleh
ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Perhatian minim negara terhadap satu
daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat memicu aksi
sparatisme. Konflik yang bertolak dari keinginan untuk lepas dari pangkuan Ibu
Pertiwi dan mendirikan negara sendiri merupakan contohnya. Aksi-aksi sparatis
seperti yang terjadi di Aceh dan Papua adalah saksi kuat tentang hal tersebut.
Kedua, ketegangan antar kelompok atau golongan juga merupakan penyebab
terjadinya pertikaian. Lihatlah konflik-konflik yang mengusung unsur SARA
seperti di Sampit, Ambon, Poso dan perang suku di Papua. Indonesia merupakan
negara plural, dimana kelompok-kelompok suku, agama, dan ras yang berbeda hidup
bertetangga. Dalam kondisi seperti ini tidak jarang masalah kecil dapat
menyulut kemarahan salah satu kelompok sehingga memicu terjadinya ketegangan.
Menemukan Solusi
Beberapa hal dapat menjadi pemikiran bagi kita dalam
menemukan solusi tepat bagi kasus konflik di negara ini. Konflik selalu
diwarnai dengan kemarahan kolektif akibat melihat tindakan yang dinilai tidak
adil terhadap salah satu atau beberapa anggota kelompok atau kelompok secara
menyeluruh. Akibatnya aksi kekerasan komunal dilancarkan terhadap kelompok atau
institusi yang dianggap sebagai pelaku ketidakadilan. Aksi kekerasan komunal
tersebut adalah solidaritas negatif. Untuk mengubahnya perlu dibangun gagasan
positif tentang solidaritas dan kebersamaan dalam konteks negara berpancasila.
Sebagai landasan dan falsafah hidup bermasyarakat, Pancasila menonjolkan sebuah
anggapan positif mengenai manusia. Warga negara dipandang sebagai makhluk
bermartabat dan menyandang hak untuk menikmati kedamaian dan ketenangan hidup.
Nilai positif ini seharusnya menjadi cara pandang dalam melihat sesama kita
yang berasal dari kelompok lain. Negara juga harus bisa memperlakukan semua
warga sebagai pribadi-pribadi yang layak untuk disejahterakan tanpa melihat
latar belakang identitas kelompok yang disandang oleh anggota masyarakat
tertentu. Semua kebijakan pemerintahan harus dapat memfasilitasi dan
mengakomodir semua elemen bangsa. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila
terimplementasi dalam gerak dinamika bangsa kita guna menciptakan masyarakat
adil dan makmur.
Musyawarah dan mufakat juga merupakan aspek yang ditekankan
oleh nilai-nilai Pancasila. Mengambil waktu untuk duduk bersama dan berdialog
untuk bisa lebih mengerti dan memahami satu dengan lainnya merupakan perwujudan
dari aspek tersebut. Beberapa dialog telah dilakukan utuk menyelesaikan
beberapa konflik, tapi perlu lebih intensif pada kepentingan kesejahteraan
masyarakat keseluruhan. Masing-masing kelompok tidak mencari keuntungan sendiri
melalui pelaksanaan dialog.
Seyogyanya dialog antar kelompok dapat menjadi agenda
reguler dalam hidup bermasyarakat dan implementasinya tidak hanya pada jajaran
atas saja, tapi harus menyentuh sampai masyarakat lapisan bawah. Dan mengusung
agenda-agenda dalam konteks perwujudan masyarakat yang damai, adil, dan makmur.
Sekiranya masing-masing kelompok dapat menemukan perannya masing-masing melalui
dialog tersebut. Kemudian merumuskan bentuk kerja sama yang efektif antar
kelompok.
Jangan
sampai muncul pandangan bahwa semua konflik menjadi prevalent thing karena
terlalu akrabnya lingkungan kita dengan banyak pertikaian antar kelompok yang
tidak pernah hilang dari tanah air tercinta ini. Sehingga Keseriusan dan upaya
keras dalam berpartisipasi menemukan solusi bagi ketegangan-ketegangan menjadi
karam. Menciptakan kedamaian dalam bermasyarakat sehingga terbentuknya suasana
kondusif bagi proses negara ini melangkah untuk menjadi negara maju dan sejajar
dengan negara-negara yang lainnya adalah tanggung jawab seluruh warga negara.
Kemajuan bangsa ini tergantung pada kapasitas sinergi semua komponen bangsa
untuk mewujudkan kedamaian.
2.9.
SISTEM IMBALAN
A. DEFINISI IMBALAN
Sistem imbalan Adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal
bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu
organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila disuatu pihak
seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya
untuk berkarya pada suatu organisasi, dilain pihak dia mengharapkan menerima
imbalan tertentu.
Dengan kata lain suatu sistem imbalan yang baik adalah
sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada
gilirannnya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan memperkerjakan
sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan prilaku positif bekerja dengan
produktif bagi kepentingan organisasi.
Jika para anggota diliputi oleh rasa tidak puas atas
kopensasi yang diterimanya, dampaknya bagi organisasi akan sangat bersifat
negatif. Artinya jika ketidakpuasan tersebut tidak diselanggarakan dengan baik,
merupakan hal yang wajar apabila para anggota organisasi menyatakan keinginan
untuk memperoleh imbalan yang bukan saja jumlahnya lebih besar, akan tetapi juga
lebih adil.
Apabila suatu oganisasi tidak mampu mengembangkan dan
menerapkan suatu sistem imbalan yang memuaskan, organisai bukan hanya akan
kehilangan tenaga-tenaganya yang terampil dan berkemampuan tinggi, tetapi juga
akan kalah bersaing dipasaran tenaga kerja. Memang benar bahwa mengembangkan
dan menerapkan suatu imbalan tertentu, suatu organisai menghadapi suatu kondisi
dan tuntutan yang tidak hanya bersifat internal, seperti kemampuan organisasi
membayar upah dan gaji karyawan yang wajar, akan tetapi sering pula bersifat
ekterenal seperti berbagai peraturan perundangan, persaingan dipasaran kerja.
Tujuan
Imbalan
Adapun
tujuan utama dari program penghargaan adalah:
1.
Menarik orang yang
memilikikualifikasi untuk bergabung dengan organisasi
2.
Mempertahankan karyawan agar terus
datang untuk berkerja
3.
Memotivasi pekerja untuk mencapai
tingkat kinerja yang tinggi
B.
Tipe dan
karateristik imbalan
Penghargaan Ekstrinsik
Perasaan
Ekstinsik datang dari luar orang tersebut.
Berikut ini
beberapa jenis Penghargaan Ekstrinsik:
* Penghargaan Finansial: Gaji dan Upah
Uang merupakan penghargaan ekstrisik yang utama. Untuk dapat benar-benar
memahami bagai mana uang memodofikasi perilaku, kita harus memahamipersepsi dan
preferensi rang yang diberri penghargaan. Tentu saja ini merupakan tugas sulit
yang harus dilakukan secara berhasil oleh manajer. Kecuali jika kariawan dapat
melihat suatu hubungan antar kinerja dan kenaikan yang diberikan, uang tidak
akan menjadi motivator yng kauat.
Banyak
organisasi menggunakan beberapa jenis rencana pemberian nsentif untukpembayaran
dan evektivitasnya sebagai motivator. Setiap rencana dievaluasi berdasarkan
pernyataan berikut:
Beberapa
efektif hal tersebut menciptakan persepsi bahwa pembayaran berhubungan dengan
kinerja?
Seberapa baik
hal tersbut meminimalkan konsekuensi negatif yang diperseosikan dari kinerja
yang baik?
Sebarapa baik
hal tersebut berkontribusi pada persepsi bahwa penghargaan penting (misalkan
pujian dan minat yang ditunjuan terhadap karyawan oleh seorang atasan yang
dihormati) menghasilakan kinerja yang baik daripada gaji pembayaran.
Agar sistem pembayaran terbuka dapat memotivasi karyawan, pengukuran perlu
tersedia untuk semua aspek penting dalam suatu pekerjaan (misalkan jumlah kosumen baru setiap kuartal,
kenaikan pemnelian oleh konsumen,dll) dan usaha seorang karyawan harus
dihubungkan dengan kinerja jangka pendek.
* Penghargaan Finansial: Tunjangan Karyawan
Beberapa jenis tunjangan tidak sepenuhnya finansianl, seperti pusat
penitipan anak , pusat kebugaran, dan perawatan medis SAS institute yang
disubsidi, tapi jenis tunjangan ini jugs memberikan karyawan penghargaan yang
bernilai.
Tunjanga finansial utama karywan di kebanyakan organisasi adalah rencana
pensiun dan untuk kebanyakan karyawan, kesempatan untuk berpartisifasi dalam
rencna pensiun merupakan penghargaan yang bernilai. Tunjanga karyawan , seperti
dana pensiun , perawatan di rumah sakit dan liburan. Pada umumnya merupakan hal
yang tidak berhubungan dengsn kinerja karyawan , akan tetapi didasarkan pada
senioritas atau catatan kehadiran.
* Penghargaan Interpersonal
Manajer memiliki sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan
interpersional, seperti status dan pengkuan. Dengan memberikan individu
pekerjaan yang bergengsi, manajer dapat berusaha meningkatkan dan menghilangkan
status yang dimilii oleh seseorang. Akan tetapi jika rekan kerja tidak meyakini
kemampuan seseorang dalam pekerjaan tertentu , tidak mugkin status tersebut
bisa ditingkatkan. Denan meninjau kinerja seseofang, manajer dapat dalam
beberapa situasi, memberikan apa yang para manajer anggap sebagai perubahan
pekerjaan untuk memperbaiki status. Manajer dan rekn kerja samasam memainkan
peran dalam memberikan status pekerjan
* Promosi
Manajer menjadikan penghargaan promosi sebagai usaha untuk menempatkan
orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat. Kreteria yang sering digunakan
untuk meraih keputusan promosi adalah senioritas. Kinerja, jika diukur dengan
akurat, sering kali memberikan pertimbangan yang signifikan dalam alokasi
penghargaan promosi.
Penghargaan Intrinsik
Suatu penghargaan intrinsik didifinisikan sebagai penghargaan yang diatur
sendiri oleh seseorang.
Berikut ini
beberapa jenis Penghargaan Intrinsik:
* Penyelesaian (Completion)
Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan
hal yang penting bagi setiap orang. Beberapa orang mempunyai kebutuhan untuk
menyelesaikan tugas, dan efek dari penyelesaian tugas bagi seseorang merupakan
suatu bentuk penghargaan pada dirinya sendiri, yakni dampak motivasi yang kuat.
* Pencapaian (Achievement)
Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang
disebabkan oleh seseorang yang meraih suatu tujuan yang menantang.
* Otonomi (Autonomy)
Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang
dianggap terbaik oleh karyawan dalam suatu situasi tertentu. Pada pekerjaan yang
sangat terstruktur dan terkendali oleh manajemen, sulit untuk menciptakan tugas
yang mengarah pada otonomi.
* Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Dengan mengembangkan kemampuan pribadi, seseorang mampu untuk memaksimalkan
atau setidaknya memuaskan poyensi keterampilan.
Proses penghargaan
Dari gambar
tersebut berusaha mengintegrasi kepuasan, motivasi, kinerja, dan penghargaan.
Membaca gambar tersebut dari kiri ke kanan akan menunjukkan bahwa hanya dengan
memberikan motivasi untuk menghasilkan usaha adalah tindakan cukup ntuk
memancing kinerja yang diingikan. Kinerja dihasilkan dari kombinasi usaha dan
tingkat kemampuan, keterampilan, dan pengalaman individu. Hasil kinerja
individu dievaluasi secara formal maupun informal oleh manajemen dan dua jenis
penghargaan dapat diberikan: intrinsik atau ekstrinsik. Penghargaan tersebut
dievaluasi oleh indinidu, jika penghargaan tersebut memuaskan dan seimbang,
individu mencapai tingkat kepuasan.
Sistem
Penghargaan yang Inovatif:
-
Gaji Berdasarkan Keterampilan
Sistem
berdasarkan keterampilan setidaknya memiliki empat keunggulan, yakni:
a.
Karena karyawan
memiliki lebih banyak keterampilan, maka organisasi meningkatkan
fleksibelitasnya dengan menempatkan pekerja untuk menangani pekerjaan yang
berbeda
b.
Karena gaji
tidak ditentukan atas dasar klasifikasi pekerjaan, organisasi mungkin lebih
memerlukanlebih sedikit klasifikasi pekerjaan
c.
Lebih sedikit
karyawan yang diperlukan karena lebih banyak pekerja yang dapat dipertukarkan,
dan
d.
Organisasi
mungkin mengalami penurunan dalam pergantian karyawan dan ketidakhadiraan.
- Perluasan Tingkat
Suatu elemen penghargaan finansialdimasa organisasi mengalami kesulitan
adalah sistem peringkat. Sebagian besar sistem memiliki sejumlah besar
peringkat. Maka diperlukan perrluasan tingkat yang akan mengurangi sejumlah
peringkat gaji hingga tersisa relatif sedikit peringkat yang luas.
- Pelayanan Concierge
Ketersediaan pelayanan conciergeuntuk berbagai aktivitas yang harus
dilakukan merupakan daya tarik perusahaan . menjamin karyawan untuk dapat
berkosentrasi pada kinerja dapat dianggap sebagai tunjangan karyawan yang
setimapl terhadap usaha dan pekerjaan.
- Penghargaan Berdasarkan TimTunjangan Parah Waktu
Rancangan dari sistem ini adalah seharusnya sesuai dengan pengkelompokan
dikeseluruhan rancangan organisasidalam situasi dimana tim relatif
idependentdan tujuannya dapt diukur, ditetapkan, dan dievaluasi, penghargaan
didasarkan atas pencapain tujuan.
- Pembagian Keuntungan.
Keberhasilan program pembagian keuntunganmemerlukan komtmen kuat untuk
menerapkan efesiensi, baik dari manajemen dan karyawan. Selanjutnya komitment
tersebut memerlukan komunikasi yang terbuka, penggunaan informasi bersama dan
tingkat kepercayaan yang tinggi antara semua pihak.
- Mengatur Penghargaan
Manajer diharapkan dengan keputusan bagaimana mengatur penghargaan. Ada
tiga pendekatan teoritis dalam mengatur penghargaan, yakni:
a.
Reinforcement Positif
Pondasi dasar dalam mengatur penghargaan melalui pendekatan ini adalah hubungan
antara perilaku dan kosekuensinya. Tujuan pendeketan ini agar bisa menciptakan
perilaku yang diinginkan.
b.
Modeling dan Imitasi Sosial
Dalam menggunakan pendekatan ini menejer harus menentukan siapa yang
merespon pendekatan ini, selain memilih model yang sesuai. Terakhir dimana
model muncul perlu diperhatikan juga. Ini berarti jika kinerja yang tinggi
merupakan tujuan dan merupakan hal yang hampir tidak bisa dicapai karena
sumberdaya yang terbatas, menejer seharusnya menyimpulkan modeling tidak
sesuai.
c.
Teori Ekspektasi
Dalam pendekatan ini, manajer harus menentukan jenis penghargaan yang
diinginkan oleh karyawannya dan melakukan hal apapun yang mungkin untuk
mendistribusikan penghargaan tersebut. Jika tidak, menejer harus menciptakan
kondisis sehingga apa yang tersedia dapat diterapkan sebagai penghargaan.
2.10. MERANCANG PEKERJAAN
A.
Sejarah dan perkembangan Ergonomi
Istilah
ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ERGON (kerja) dan NOMOS (hukum Alam)
dan dapat didefinisikan sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang di tinjau secara anatomi, psikologi, engineering, manajemen , dan
perancang. Ergonomic berkenaan pula dengan optimasi,efisiensi, kesehatan
keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, dirumah, dan tempat
rekreasi. Di dalamnya ergonomic dibutuhkan studi tentang system dimana manusia,
fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu
menyesuaikan suasana kerja dengan manusiannya. Ergonomic disebut juga “Human
Factors”. Ergonomic juga digunakan oleh berbagai ahli/professional pada
bidangnya misalnya : ahli anatomi, arsitektur, perancanf produk industri,
fisika, disioerapi, terapipekerjaan,posikologi, dab teknik industri. (Definisi
diatas berdasarkan Pada international ergonomic association). Selain itu
ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancang,
analisis, sintesis, evaluasi, proses kerja, dan bagi wiraswastawan, manajer,
pemerintah, militer, dosen, dan
mahasiswa.
Penerapan
ergonomic pada umumnya merupakan aktivitas rancangan bangunan(desain)ataupun
rancangan ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti
misalnya perkakas kerja(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi,
pegangan alat kerja(workholders), pintu(doors) dan lain-lain.
Ergonomi
dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi misalnya :
penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja(shif
kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain-lain. Ergonomic dapa pula
berfungsi sebagai desain perangkat lunak karena dengan semakin banyak
pekerjaaan yang berakaitan erat dengan computer. Penyampaian informasi dalam
suatu system computer harus pula di usahakan sekompatible mungkin sesuai dengan
kemampuan pemprosesan informasi oleh manusia.
Menurut
sutalaksana ergonomic adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang suatu system kerja sehingga orang dapat hidup dan
bekerja pada system itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang di inginkan
melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman.[15][16]
Menurut
Teori frank greer desain pekerjaan berupaya mengidentifikasi karakteristik
tugas dari pekerjaan-pekerjaan, dan bagaimana karakteristik ini d gabung untuk
membentuk pekerjaan yang berbeda, dan hubungan dari karakteristik tugas ini
dengan motivasi, kepuasan, dan kinerja karyawan.
Desain Pekerjaan atau merancang
Pekerjaan
Desain pekerjaan adalah rincian tugas dan cara pelaksanaan
tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan tugas, bagaimana tugas
itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan.
menambahkan desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang
atau sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya untuk mengatur
penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Definisi
diatas menjelaskan bahwa desain pekerjaan dibuat oleh
perusahaan untuk mengatur tugas- tugas yang tepat sasaran,
memberikan tugas kepada orang dengan kemampuan dan keterampilan yang
harus dimiliki untuk mengerjakan tugas tersebut demi mencapai sasaran dari
perusahaan. Sejalan dengan Dessler (2004) desain pekerjaan merupakan
pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana
orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya.
Handoko (2000) menyatakan bahwa desain pekerjaan adalah
fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seseorang individu atau kelompok karyawan
secara organisasional yang bertujuan untuk mengatur penugasan-penugasan kerja
yang memenuhi kebutuhan organisasi, teknologi, dan keperilakuan. Selain itu,
menurut Dwiningsih (2009) desain pekerjaan adalah sebuah pendekatan yang
menentukan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi seseorang
atau sekelompok karyawan dalam suatu organisasi.[16][17]
Desain pekerjaan meliputi identifikasi pekerjaan, hubungan tugas dan tanggung
jawab, standar wewenang dan pekerjaan, syarat kerja harus diuraikan dengan
jelas, penjelasan tentangjabatan dibawah dan diatasnya. Desain pekerjaan
menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari setiap pekerjaan yang
membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya. Tujuan
pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para menejer menguraiakan
pekerjaan sesuai dengan aktifitas yang dituntut agar membuahkan hasil. Desain
pekerjaan merupakan keputusan dan tindakan manajerial yang mengkhususkan
kedalam cakupan dan hubungan pekerjaan yang objektif untuk memenuhi kebutuhan
orgaanisasi serta kebutuhan sosial dan pribadi pemegang pekerjaan.
Strategi desain pekerjaan dikembangkan dengan menekankan
pentingnya karakteristik pekerjaan inti. Strategi berdasarkan teori motivasi
Herzberg yang mencakup peningkatan kedalam pekerjaan melalui pendelegasian
wewenang yang lebih besar kepada pemegang pekerjaan. Tetapi pemerkayaan tidak
dapat diterapkan secara universal karena tidak mempertimbangkan perbedaan
individu.
Ukuran
perbedaan individu mendorong untuk mengkaji cara meningkatkan persepsi positif
terhadap keragaman. Identitas, arti, otonomi dan balikan akan meningkatkan
prestasi kerja dan kepuasan kerja seandainya para pemegang pekerjaan memiliki
kebutuhan pertumbuhan yang relatif tinggi.
Unsur-Unsur Desain Pekerjaan
Tiga
unsure yang membingungkan manajer dalam mengenbangkan dan mengatru
pekerjaan-pekerjaan karyawan agar dapat bekerja lebih produktif dan memuaskan,
yaitu :
1.
sering terjadi konflik antara
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan karyawan dan kelompok karyawan
dengan berbagai persyaratan desain pekerjaan.
2.
sifat unik karyawan dapat
menimbulkan berbagai macam tanggapan dalam wujud sikap, kegiatan fisik dan
produktifitas dalam pelaksanaan pekerjaan.
3.
perubahan lingkungan, organisasional
dan perilaku karyawan membuat desain
pekerjaan, ketepatan pendekatan pengembangnan standar kerja dan bentuk-bentuk
perilaku karyawan perlu dipertanyakan.
2.
Unsur-unsur Organisasi
Unsur organisasi mempunyai kaitan erat dengan desain
pekerjaan yang efisien untuk mencapai output maksimum dari pekerjaan-pekerjaan
karyawan.
Dalam manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic
winslow taylor telah menetapkan adanya studi yang menyoroti tentang perilaku
karyawan didalam pelaksanaan kerja. Studinya dinamakan studi gerak dan waktu
(Time and motion study)
Dengan adanya efisiensi didalam pelaksanaan kerja akan
menentukan spesialisasi yang merupakan kunci dalam desain pekerjaan.
Karyawan yang melakukan pekrjaan secara kontinyu menyebabkan
dia menadi terspesialisasi, yang selanjutnya dapat memperoleh output lebih
tinggi.
Tiga
unsur desain pekerjaan organisasi. Yaitu:
1.
pendekatan mekanik, berupaya mengidentifikasi setiap tugas dalam suatu
pekerjaan guna meminimumkan waktu dan tenaga. Hasil pengumpulan identifikasi
tugas akan menentukan spesialisasi. Pendekatan ini lebih menekankan pada factor
efisinsi waktu, tenga, biaya, dan latihan.
2.
Aliran kerja, ini dipengaruhi oleh sifat =komoditi yang sdihasilkan oelh
suatu organisasi atau perusahaan guna menentukan urutan dan keseimbangnan
pekerjaan.
3.
\Praktek-praktek kerja, yaitu cara pelaksanaan pekrjaan yang ditetapkan, ini bias
berdasarkan kebiasan yang berlaku dalam perusahaan, perjanjian atau kontrak
kotak serikat kerja kaeyawan, kesepakatan bersama.
3.
Unsur-unsur Lingkungan
Factor lingkungan yang mempengaruhi desain pekerjaan adalah
tersedianya tenaga kerja potensial, yang mempunyai kemammpuan dan kualifikasi
yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan pengharapan-pengharapan social,
yaitu dengan tersedianya lapangan kerja seta memperoleh kompensasi dan jaminan
hidup yang layak.
3. Unsur-Unsur
Perilaku :
1. otonomi, bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan, deisini bawahan diberi wewenang
untuk menganmbil keputusan atas pekerjaan yang dilakukan.
2. Variasi,
pemerkayaan pekerjaan dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan atas pekerjaan-pekerjaan yang rutin, sehingga kesalahan- kesalahan dapat diminimalkan.
3. identitas tugas, untuk mempertanggung
jawabkan pelaksanaan tugas dan pekerjaan, maka pekerjaan harus diidentifikasi,
sehingga kontribusainya terlihat yang selanjutnya akan menimbulkan kepuasan,
4. Umpan balik, diharapkan
pekerjaa-pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan mempunyai umpan balik atas
pelaksanaan pekrjaan yang baik, sehingga akan memotivasi pelaksanaan pekerjaan
selanjutnya.
Pedoman Dalam Desain Pekerjaan
Dessler (2004) menerangkan bahwa sebuah desain pekerjaan
merupakan pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja,
bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya. Desain
pekerjaan mencakup hal-hal berikut ini :
a.Identitas
pekerjaan. Identitas pekerjaan merupakan jabatan pekerjaan yang berisi nama
pekerjaan seperti penyelengara operasional dan manajer pemasaran. Handoko
(2000) menambahkan bila pekerjaan tidak mempunyai identitas, karyawan tidak
akan atau kurang bangga dengan hasil-hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka
tidak tampak.
b.
Hubungan tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan tanggung jawab
secara nyata diuraikan secara terpisah agar jelas diketahui. Rumusan hubungan
hendaknya menunjukkan hubungan antara pelaku organisasi.
c.
Standar wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan standar pekerjaan yang
harus dicapai oleh setiap pejabat harus jelas. Pekerjaan-pekerjaan yang
memberikan kepada para karyawan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan,
berarti menambah tanggung jawab. Hal ini akan cendrung meningkatkan perasaan
dipercaya dan dihargai.
d.
Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin, dan bahan
baku yang akan dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
e.
Ringkasan pekerjaan atau jabatan harus menguraikan bentuk umum pekerjaan dan
mencantumkan fungsi-fungsi dan aktifitas utamanya.
f.
penjelasan tentang jabatan debawah dan diatasnya yaitu harus dijelaskan jabatan
dari mana petugas di promosikan kejabatan mana pejabat akan dipromosikan.
B.
Merancang kerja untuk kelompok dan individu
Produktivitas dan mutu kerja karyawan
dipengaruhi faktor-faktor yang terkait dengan lingkungan kerja; antara lain
beban kerja berlebihan yang tidak dapat diperkirakan, perubahan-perubahan di
akhir waktu yang dirancang, kurangnya peralatan yang sempurna, dan tidak
efisiennya alir kerja. Dengan demikian, penting untuk menjamin bahwa kerja itu
dirancang untuk mencapai produktivitas dan mutu maksimum. Beberapa
strategi untuk merancang lingkungan kerja dalam memenuhi tujuan
organisasi yaitu tercapainya mutu dan produktivitas tinggi. Strategi dimaksud
antara lain; rancangan tempat kerja atau ergonomik, komputerisasi dan mesin
otomatik, dan rancangan pekerjaan ( pengayaan, perluasan, dan rotasi
pekerjaan),
vStrategi
Perancangan Kerja Kembali:
ØPerbaikan alur
kerja yang jelas.
ØPengurangan
gerak fisik yang berulang-ulang yang menyebabkan mudah lelah.
ØMenyesuaikan
sinar lampu dengan kondisi ruangan kerja.
ØMembolehkan
karyawan untuk melakukan kegiatan pribadi di sekitar tempat kerja.
ØMenggunakan
warna ruangan kerja yang menyenangkan.
ØMenyediakan
kantor privat dan ruang kerja nyaman.
ØMenyediakan
tempat atau ruang istirahat.
ØPenyusunan,
penyesuaian dan pemindahan peralatan, bagian-bagian pokok dan ruang kerja.
ØMenempatkan
sesama para anggota tim secara berdekatan sehingga mereka dapat
berinteraksi dengan mudah.
ØMenyediakan
peralatan kursi, meja dan lemari kantor yang sesuai dengan kondisi tubuh
dan kegiatan kerja karyawan.
vKomputerisasi
dan Alat Otomatik:
ØMemberitahukan
pada karyawan tentang manfaat komputer dan alat otomatik.
ØMelibatkan
karyawan dalam keputusan untuk operasionalisasi komputerisasi.
ØMengkomunikasikan
isu-isu implementasi kepada seluruh karyawan seperti bagaimana dan kapan
komputer digunakan, pekerjaan apa yang dapat menggunakan komputer dan
masalah-masalah yang dihadapi.
ØMelatih
karyawan tertentu dalam mengunakan komputer dan alat otomatik dan mengevaluasi
hasil pelatihannya.
ØMembolehkan
para karyawan memanfaatkan waktunya untuk mempraktikkan pengetahuannya dalam
menggunakan komputer dan alat otomatik.
ØMemiliki staf
pemelihara alat-alat baru yang tersedia setiap saat untuk memperbaiki alat.
ØMeningkatkan
kualitas peralatan secara berkala.
vPendekatan
Rancangan Pekerjaan:
ØPengayaan Pekerjaan:
Tujuannya adalah untuk meningkatkan motivasi, kepuasan dan kinerja karyawan.
Ada lima karakteristik inti dari pekerjaan yang dibangun sedemikian rupa
dalam suatu pekerjaan karyawan yaitu mengalami beberapa kondisi
psikologis krusial, termasuk memperoleh pekerjaan yang bermanfaat, perasaan
tanggungjawab, dan memiliki pengetahuan dari hasil aktual dari kegiatan
bekerja. Dengan demikian akan diperoleh luaran berupa motivasi yang lebih
tinggi, peningkatan kepuasan kerja, dan rendahnya ketidakhadiran dan jumlah
karyawan yang keluar. Lima hal inti tersebut yaitu:
üKeragaman
keterampilan; derajad dari tugas yang dilaksanakan dengan syarat kemampuan dan
keterampilan berbeda.
üIdentitas
tugas; melengkapi keseluruhan jenis pekerjaan yang dapat diidentifikasi yang
memiliki hasil yang dapat dilihat seperti penyiapan laporan keuangan dan
perakitan sebuah radio.
üSignifikansi
tugas; derajad suatu pekerjaan tertentu yang memiliki kepentingan dan manfaat.
üOtonomi;
derajad kebebasan dan keleluasaan yang dijinkan sesuai dengan skedul dan
prosedur kerja.
üUmpanbalik ;
menunjukkan jumlah informasi langsung yang diterima dalam keefektifan kinerja
pekerjaan.
ØRotasi
Pekerjaan: Suatu tehnik perancangan kembali suatu pekerjaan yang hanya
diperuntukkan bagi karyawan yang punya kesempatan untuk pindah dari pekerjaan
yang satu ke yang lainnya untuk belajar dan memperoleh pengalaman dari
keragaman tugas. Manfaatnya, antara lain meningkatkan keterampilan karyawan
dalam melakukan pekerjaan lebih dari satu tugas.
ØPerluasan Pekerjaan:
Pemberian pekerjaan tambahan kepada karyawan agar mereka mendapat pengetahuan
dan pengalaman serta tanggungjawab baru. Syaratnya adalah beban kerja karyawan
tidak menjadi berlebihan di atas standar operasi kerja organisasi. [17][18]
Variabel organisasi, manusia dan teori
management sangat berpengaruh terhadap rancangan pekerjaan, yang mana diuraikan
sebagai berikut:
Job Design pada Model Tradisional.
Job design pada model ini terdapat perbedaan tegas antara
pemikir (thinking) dan pelaksana (doing). Prinsip dasarnya adalah bahwa
pekerjaan-pekerjaan harus mengandung sejumlah tugas yang terkait/sejenis yang
masing-masing menghendaki ketrampilan yang sejenis pula dan waktu belajar yang
relatif singkat. Sehingga pekerja diharapkan dapat mempelajari dengan cepat dan
mengikuti secara tepat metode dan aturan keputusan yang terinci yang akan
diterapkan. Mekanisme hubungan kerja dan garis pertanggungjawaban menjadi tugas
kewajiban atasan. Sedangkan bawahan hanya melakukan dan mematuhi aturan kerja.
Job Design pada Model Human
Relations.
Pada model ini job design mengalami sedikit perluasan nuansa
dengan diberikannya perhatian pada human needs. Pengembangan hubungan
yang baik sesama pekerja dan kesempatan untuk berkembang mulai mendapat tempat.
Para atasan sudah mulai diberi tanggung jawab untuk dapat mengembangkan
kelompok kerja yang bersatu padu suportif guna menghasilkan performa unit kerja
yang baik. Para atasan juga dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif,
akrab, bersatu padu, serta konsultatif.
Job Design pada Model MSDM.
Pada model ini, dimulai dari asumsi bahwa hanya melalui
pemanfaatan kemampuan self-directing dan self-control yang
dimiliki oleh para anggota, dan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar
untuk terlibat aktif bersama-sama dengan atasan dalam proses penentuan dan
penetapan tujuan atau sasaran organisasi. Dengan demikian para pekerja dan
atasan bersatu padu menciptakan pekerjaan yang berorientasi pada tujuan
bersama.[18][19]
Studi kasus
Perencangan shift kerja dibagi
menjadi 3 shift kerja yaitu :shift 1, shift 2, shift 3, dengan mengasumsikan
pekerja pada perusahaan tersebut di bagi menjadi 3 kelompok kerja, jadwal shift
kerja yang kami ambil adalah :
1.
Shift 1 : 07.00-15.00 dengan waktu
istirahat selama 60 menit yaitu pukul 12.00-01.00 yang digunakan oleh pekrja
sebagai waktu shalat istirahat siang.
2.
shift II : 15.00-23.00 dengan waktu
istirahat selama 60 menit dan di bagi 16.00-16.30 untuk waktu shalat ashar dan
18.30-19.30 wib untuk sholat magrib dan makan malam.
3.
shift III : 23.00-07.00 dengan waktu
istirahat selamaa 90 menit yaitu pukul 04.00-05.30 yang digunakan pekerja untuk
waktu istirahat dan shalat shubuh.
Alas an
shift malam lebih lama waktu istirahatnya karena beban kerja shift malam akan
lebih berat disbanding shift lainnya. Hal tersebut di karenakan pukul 04 pagi,
terjadi perubahan tingkat cortisol, suhu badan dan tingkat melatonin yang akan
berpengaruh pada pekerja. Tidur sebentar dalam tugas shift malam berdampak
positif untuk mengurangi kelelahan tanpa mengurangi kinerja(arora dkk, 2006).
Waktu istirahat juga dapat mengurangi musculoskeletal discomfort(MSD), gangguan
mata, mood dan kinerja pekerja (galainsky,dkk 2000).
Alas an kami
mengambil shift 1 di mulai dari pukul 07.00 adalah dengan mempertimbangkan
waktu shift III yagn akan dijalani pekerja. Jika shift 1 dimulai dari pukul
08.00 maka shift II akan berakhir pukul 00.00 dan otomatis pekrjaan shift III
dimulai pukul 00.00. disini kami mengasumsikan pekerja tersebut tidak
seluruhnya tinggal dekat perusahaan tersebut. Jika shift III dimulai pukul
00.00 maka pekrja yang bertempat tinggal tidak dekat dengan perusahaan tersebut
pasti akan mengalami beban fisikologis karena jika mereka pergi terlalu malam
akan berdampak pada kesehatan pekerja tersebut.
Factor fisikologis dan lingkungan juga mempengaruhi karena
diatas pukul 23.00 beban seperti mengantuk sudah mulai dirasakan oleh pekerja
terlebih lagi jika pekerja tersebut pergi bekerja sendiri maka perasaan bosan
akan muncul yang akan mengakibatkan ngantuk maka beban juga akan semakin berat,
akibatnya factor timbulnya kecelakaan akan lebih besar. Akan tetapi jika
pekerjaan shift III dimulai pukul 23.00 maka pekerja akan berangkat dari rumah
mereka sebelum pukul 23.00 waktu tersebut jika di bandingkan dengan pukul 00.00
akan lebih baik dari segi psikologis dan fisiologis, setidaknya perasaan
ngantuk yang dirasakan pekerja jika pergi bekerja sebelum pukul 23.00 akan
lebih kecil disbanding bekerja pukul 23.00
Perancangan
rotasi kerja dilakukan dengan melakukan pergantian shift kerja setiap hari
karena rotasi shift akan mempengaruhi tingkat kebosanan dari pekerja. Jika
rotasi shift kerja terlalu lama maka tingkat kebosanan pekerja akan semakin
tinggi dan stress akibat shift kerja
akan menyebabkan kelelahan ( fatique) yang dapat menyebabkan gangguan psikis
pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi.
Rotasi
shift kerja yang terlalu lama juga akan berpengaruh negative secara social terhadap
hubungan keuarga seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering
berakibat pada konflik keluarga. Oleh karena itu kami merancang rotasi shift
kerja setiap harinya untuk menghindari terjadi kebosanan pada pekerja dan
dampak lainnya. Perancangan rotasi kerja yang kami buat adalah sebagai berikut
:
Minggu ke 1
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Minggu ke 2
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
C B A c b a C B A C B A C B A C B A C B A
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Minggu Ke 3
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
C A B C A B C A B C AB C A B C A B C A B
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Minggu Ke 4 balik minggu ke 1
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3 3 1 2 2 3 1 1 2 3
Dimana A B C merupakan kelompok kerja
1 2 3 Merupakan shift kerja
Alasan kami menggunakan rotasi kerja diatas adalah untuk
mengoptimalkan pekerjaaan, danean memberikan waktu istirahat yang cukup bagi
pekerja. Dengan skema rotasi diatas maka setiap kelompok kerja mempunyai waktu
istirahat selama 8 jam sebelum mereka ekerja kembali. Pergantian shift juga
akan dig anti setiap minggunya, alasan
mengapa setiap minggu dilakukan pergantian shift karena jika dimisalkan rotasi
kerja seperti minggu pertama dan setiap minggunya tidak diganti, maka setiap
minggunya kelompok C akan mendapatkan bekerja pada shift III sebanyak 3 kali,
sementara kelompok kerja lain hanya mendapatkan kerja pada shift III sebanyak 2
kali. Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya ketidakadilan dalam pembagian
rotsi shift kerja, maka setiap minggu juga dilakukan pergantian shift kerja
jadi dalam setiap kelompok kerja setiap minggunya mendapatkan shift III sebanyak
3 kali. Hal itu dikarenakan bekerja pada shift III atau shift malam mendapatkan
beban yang lebih berat dibanding kerja shift 1 atau II.
Pertanyaan
:
1.
apakah menurut anda Rotasi kerja
atau pergantian shift kerja bisa efektif untuk menghilangkan rasa bosan atau
suntuk bagi seorang karyawan ?
2.
menurut anda ? jika anda sebagai
seorang karyawan hal-hal seperti apa yang akan anda lakukan untuk menghindari
kebosanan, kejenuhan,dan rasa ngantuk, jika bekerja pada shift malam hari??
3.
Apa dampak positif dan dampak
negative dari rotasi kerja atau pergantian shift tersebut? Jelaskan ?
2.11
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A.
Hakekat
Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan adalah
tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan fungsi manajemen..
Misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka membuat
keputusan. Akan tetapi, ahli teori klasik tidak menjelaskan peng keputusan
tersebut secara umum. Pelopor teori manajemen seperti Fayol dan Urwick membahas
pengambilan keputusan mengenai pengaruhnya pada delegasi dan otoritas,
sementara bapak manajemen-Frederick W. Taylor- hanya menyinggung metode ilmiah
sebagai pendekatan untuk pengambilan keputusan. Seperti kebanyakan aspek teori
organisasi modern, analisis awal pengambilan keputusan dapat ditelusuri pada
Chester Barnard. Dalam The Functions of
the Exec Barnard memberikan analisis komprehensif mengenai
pengambilan keputusan clan menyat "Proses keputusan ... merupakan teknik
untuk mempersempit pilihan."
Kebanyakan pembahasan proses pengambilan keputusan terbagi
dalam beberapa langkah. Hal ini dapat
ditelusuri dari ide yang dikembangkan Herbert A. Simon, ahli teori kepufusan
dan organisasi yang memenangkan hadiah Nobel, yang mengonseptualisasikan tiga
tahap utama dalam proses, pengambilan keputusan:
l. Aktivitas
inteligensi. Berasal
dari pengertian militer "intelligence," Simon mendeskripsikan tahap
awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan
keputusan.
2. Aktivitas desain. Selama tahap kedua, mungkin terjadi
tindakan penemuan, pengembangan, dan analisis
masalah.
3. Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini
merupakan pilihan sebenarnya-memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.
Berhubungan
dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri keputwq
sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan keputusan menurut
Mintzberg a koleganya:
1. Tahap identifikasi,
di mana pengenalan masalah atau kesempatan
muncul dan diagnosis dibuat
Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan
sistematis, tep masalah yang sederhana tidak.
2. Tahap pengembangan,
di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar
yang ada as mendesain solusi yang baru. Diketahui
bahwa proses desain merupakan proses pencarian d percobaan di mana pembuat
keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap
seleksi, di
mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara pembentukan seleksi: dengan penilainn
pembuat keputusan, berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis
logis; dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan dengan tnwar-menawar
saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver
politik yang ada. Sekali keputusan diterima secara formal, otorisasi pun
kemudian dibuat.
Baik terekspresi dalam tahap Simon
maupun Mintzberg, terdapat langkah awal yang dapat diidentifikasi yang
menghasilkan aktivitas pemilihan dalam pengambilan keputusan. Perlu dicatat
bahwa pengambilan keputusan merupakan proses dinamis, terdapat banyak celah
berupa umpan balik dalam setiap tahap. "Celah umpan balik dapat disebabkan
oleh masalah waktu, politik, ketidaksetujuan antarmanajer, ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi alternatif yang tepat atau mengimplementasikan solusi,
pergantian manajer, atau munculnya alternatif baru secara tiba-tiba. Yang
penting adalah pengambilan keputusan merupakan proses dinamis.
Proses dinamis ini mempunyai
implikasi perilaku dan strategis pada organisasi. Penelitian empiris terbaru
mengindikasikan bahwa proses keputusan yang mencakup pembuatan pilihan
strategis menghasilkan keputusan yang baik dalam organisasi 6 tetapi masih
terdapat banyak masalah, yakni manajer mengambil keputusan yang salah.' Kembali
ke peranan dominan yang dimainkan teknologi informasi dalam analisis dan
praktik pengambilan keputusan yang efektif,e relevansi studi dan aplikasi
perilaku organisasi ini adalah apa yang disebut perilaku pengambilan keputusan.
B. Perilaku Pengambilan Keputusan
Perilaku
pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli teori perilaku organisasi seperti
dalam buku March dan Simon, Organization, pada tahun 1958, tetapi bidang
tersebut menjadi lebih menarik dengan topik seperti motivasi dan tujuannya, dan
menekankan berkurangnya pengambilan keputusan. Bidang :perilaku pengambilan
keputusn dikembangkan di luar jalur teori dan penelitian perilaku organisasi
oleh psikolog kognitif dan ahli teori keputusan dalam ilmu ekonomi dan
informasi. Akan tetapi, barubaru ini muncul kembali minat mengenai perilaku
pengambilan keputusan, dan kembali ke jalur bidang perilaku organisasi.
Meskipun
teori pengambilan keputusan klasik berjalan dalam asumsi rasionalitas dan
kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan teori keputusan perilaku. Ahli
teori perilaku pengambilan keputusan sependapat bahwa individu mempunyai
keterbatasan kognitif. Kompleksitas organisasi dan dunia secara umum
menyebabkan individu bertindak dalam situasi ketidakpastian dan informasi
begitu arnbigu dan tidak lengkap." Kadang-kadang risiko dan ketidakpastian
ini menyebabkan pembuat kepuhisan organisasi mempunyai keputusan yang
diragukan, atau tidak etis (lihat Contoh Aplikasi OB: Wengikuti Persaingan atau
Tersingkir?) Dikarenakan ketidakpastian dan ambiguitas, sejumlah model
pengambilan keputusan telah ada selama bertahun-tahun. Dasar dan titik awal
untuk mengembangkan menganalisis berbagai model perilaku pengambilan keputusan
adalah tetap mempertahankan tingkat dan arti rasionalitas.
C. Rasionalisasi Keputusan
Definisi Rasionalisasi yang paling sering digunakan dalam
pengambilan keputusan adalah bahwa hal tersebut merupakan rencana tujuan. Jika
sebuah rencana dipilih untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka keputusan
dikatakan rasional, tetapi, terdapat banyak komplikasi untuk tes rasionalitas
yang sederhana. Pada awalnya, sulit untuk memisahkan rencana dari tujuan karena
yang nyata mungkin hanya merupakan rencana untuk tujuan di masa depan. Ide ini
umumnya disebut rangkaian atau hierarki
rencana-tujuan. Simon menunjukkan bahwa "hierarki
rencana-tujuan. merupakan rangkaian yang jarang terhubung dan terintegrasi
sepenuhnya. Hubungan antara aktivitas organisasi dan tujuan akhir kerap kali
tidak jelas, atau tujuan akhir tidak sepenuhnya dirumuskan, atau terdapat
konflik internal dan kontradiksi antara tujuan akhir, atau antara rencana yang
dipilih untuk mempertahankan tujuan.
Selain
komplikasi yang berhubungan dengan rangkaian rencana-tujuan, ada kemungkinan
konsep tersbut tidak terpakai. Pengambilan keputusan yang relevan dengan
ekonomi nasional mendukung posisi ini. Pembuat keputusan yang mencari
penyesuaian rasional dalam sistem ekonomi mungkin menghasilkan hasil akhir yang
tidak diinginkan atau yang tidak dapat diantisipasi. Simon juga memperingatkan
bahwa analisis rencana-tujuan yang sederhana mungkin menghasilkan kesimpulan
yang tidak akurat.
Salah
satu cara untuk mengklarifikasi rasionalitas rencana-tujuan adalah menggunakan
keteraagan tambahan yang tepat dan berkualitas pada berbagai jenis
rasionalitas. Hal tersebut menunjukkan rasionalalisasi objektif dapat diterapkan pada keputusan
yang memaksimalkan nilai dalam situasi tertentu. Rasionalisasi subjektif dapat digunakan jika keputusan
memaksimalkan hasil dalam kaitannya
dengan pengetahuan subjek tertentu. Rasionalitas dengan sengaja dapat diterapkan pada
keputusan di maana penyesuaian rencana untuk tujuan merupakan proses dengan
sengaja. Keputusan dianggap rasional saat penyesuaian rencana pada tujuan
dicari oleh individu atau organisasi; keputusan dianggap rasional secara
organisasi jika dimaksudkan untuk tujuan organisasi; dan keputusan dianggap
rasional secara personal jika diarahkan pada tujuan pribadi.
D. Model Perilaku
Pengambilan Keputusan
Terdapat
banyak model deskriptif dari perilaku pengambilan keputusan. Akibatnya, hal ini
menjadi model untuk banyak perilaku pengambilan keputusan manajemen. Model
berusaha mendeskripsikan secara teoritis dan realistis bagaimana manajer
praktik mengambil keputusan. Secara khusus, model berupaya menentukan seberapa
rasional pembuat keputusan manajemen. Model berkisar dari rasionalitas lengkap,
seperti dalam kasus model rasionalitas
ekonomi klasik, sampai sepenuhnya tidak rasional, seperti dalam
kasus model sosial
1. Model Rasionalitas Ekonomi
Model ini berasal dari model ekonomi
klasik di mana pembuat keputusan sepenuhnya rasional daam, segala hal.
Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi:
a. Keputusan
akan sepenuhnya rasional dalam hal rencana-tujuan.
b. Terdapat
sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan pemilihan
alternatif
c. Kesadaran
penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.
d. Tidak
ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat ditampilkan untuk menentukan
alternatif terbaik.
e. Probabilitas
kalkulasi tidak menakutkan ataupun misterius.
Model rasionalitas ekonomi pembuat
keputusan selalu berusaha memaksimalkan hasil dalam perusahaan bisnis, dan
keputusan akan diarahkan kepada titik p maksimum di mana biaya marjinal sama
dengan pendapatan marjinal (MC = MR).
Banyak ekonom dan ahli teori
keputusan kuantitatif tidak menyatakan bahwa gambaran ini merupakan model
perilaku pengambilan keputusan modern yang deskriptif dan realistis. tetapi
banyak sekolah bisnis mengajarkan model rasional dan metode kuantitatif, karena
itu banyak manajer masih menyamakan pengambilan keputusan manajemen yang
"baik" dengan pendekatan tersebut. Akan tetapi, kesetiaan pada pendekatan
ini bisa berbahaya dan mungkin menyebabkan banyak masalah. Seperti dinyatakan
oleh Peters dan Waterman dalam buku In
Search of Excellence: "Pendekatan alterratif dan rasional pada
manajemen mendominasi sekolah bisnis. Pendekatan tersebut mencari pembenaran
yang terpisah dan analitis untuk semua keputusan. Hal ini bisa saja salah dan
membuat kita sangat tersesat.”
Secara jelas, Peters dan Waterman
tidak mengatakan "buang yang buruk," dan tidak mengki model rasional.
Model rasional telah terbentuk dan akan terus memberi kontribusi signifikan un
pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, tenaga pemasaran yang paling
sukses, seperti Pro & Gamble, Cheesebrough-Pond's, dan Ore-Ida, terkenal
dengan pendekatan rasional mereka , menggunakan dukungan kuantitatif. Inti yang
dicapai Peters dan Waterman adalah bahwa mc rasional bukan menjadi akhir
pengambilan keputusan secara efektif dan jika terdapat perbedaan, tersebut
menyebabkan kesalahpahaman dan mengganggu proses pengambilan keputusan.
2.
Teknik Rasional
Modern: ABC, EVA, dan MVA
Baru-baru
ini, teknik akuntansi dan finansial tradisional yang berdasarkan model
rasionalitas ekonomi telah mengalami perubahan radikal. Misalnya, perusahaan
terkenal seperti Daimler-Chrysler, Union Carbide, Hewlett-Packard, dan General
Electric telah beralih ke jenis akuntansi yang baru. Untuk mengelola biaya
dengan lebih baik, mereka menggunakan activity-based costing, atau disebut ABC.
Secara tradisional, akuntansi mengidentifikasi biaya menurut kategori
pengeluaran (misalnya, gaji, suplai, dan biaya tetap). Sebaliknya, ABC
menentukan biaya menurut apa yang dibayar untuk tugas berbeda yang dikerjakan
karyawan. Dalam ABC, biaya yang berhubungan dengan aktivitas seperti memproses
pesanan penjualan, mempercepat pesanan pemasok dan atau pelanggan, memecahkan
masalah kualitas pemasok dan atau masalah pengantaran, dan memperlengkapi
mesin, dihitung. Metode ABC dan tradisional mencapai biaya yang sama, tetapi
ABC memberi pembuat keputusan rincian data biaya yang jauh lebih akurat.
Misalnya, B2B (bisnis untuk bisnas menggunakan internet ternyata mengurangi
akuisisi dan distribusi biaya perusahaan yang diidentifikasi, dan di Hewlet
Packard, saat ABC menunjukkan bahwa pengujian desain dan bagian baru sangat
mahal, maka tehnisi segera mengubah rencana pada komponen yang memerlukan
sedikit pengujian, dengan demikian sangat memperkecil biaya.
3. Model Sosial
Pada sisi
yang berlawanan dengan model rasionalitas ekonomi adalah model sosial yang
digambarkan psikologi. Sigmund Freud memandang manusia sebagai sekumpulan
perasaan, emosi, dan naluri, dengan perilaku yang dipandu oleh keinginan yang
tidak disadari. Secara jelas, jika ini merupakan deskripsi yang lengkap, maka orang akan tidak dapat
membuat keputusan yang efektif.
Meskipun banyak psikolog kontemporer memperdebatkan
deskripsi manusia Freudian, hampir semuanya sependapat bahwa pengaruh psikologi
mempunyai dampak signifikan pada perilaku pengambilan keputusan. Selanjutnya,
tekanan dan pengaruh sosial mungkin menyebabkan manajer membuat keputusan yang
tidak rasional. Eksperimen konformitas yang dilakukan oleh Solomon Asch
menunjukkan ketidakrasionalan manusia. Studinya menggunakan 7 kelompok dengan
masing-masing 9 subjek. Mereka diberitahu bahwa tugas mereka adalah membandingkan
panjang garis. Semua kecuali satu 'subjek' dalam setiap kelompok mempunyai
eksperimenter yang diatur sebelumnya agar ada 12 jawaban yang salah dari 18
percobaan penilaian garis. Sekitar 37 persen dari 123 mahasiswa yang naif
menyerah pada tekanan kelompok dan memberikan jawaban yang salah pada 12
situasi tes. Dengan kata lain, lebih dari sepertiga subjek eksperimen
memberikan jawaban yang mereka tahn adalah salah.
Jika lebih dari sepertiga subjek Asch mengonformasikan
kondisi "benar dan salah", "hitam dan putih" dengan
membandingkan panjang garis, maka kesimpulan logis adalah dunia nyata yang
"kelabu" ini penuh dengan konformis tidak rasional. Memerlukan
sedikit imajinasi untuk menyamakan garis Asch dengan alternatif keputusan
manajemen. Sepertinya terdapat sedikit keraguan mengenai pentingnya alternatif
keputusan manajemen. Selain itu, terdapat banyak dinamika psikologi lainnya.
Misalnya, terdapat kecenderungan pembuat keputusan tetap pada alternatif
keputusan yang buruk meskipun ada kemungkinan bahwa sesuatu dapat diubah. Staw
dan Ross mengidentifikasi empat alasan utama mengapa fenomena ini terjadi.
Fenomena ini disebut eskalasi komitmen, yang terjadi karena:
Karakteristik proyek. Hal ini mungkin alasan utama untuk
keputusan eskalasi. Karakterist& tugas atau proyek seperti keuntungan atau
investasi tertunda atau masalah temporer mungkin menyebabkan pengambil
keputusan tetap atau meningkatkan komitmen pada tindakan yang salah.
A.
Determinan
psikologi. Jika keputusan menjadi buruk, manajer mempunyai kesalahan
pemprosesan informasi (menggunakan faktor bias atau mengambil risiko lebih
daripada pembenaran), karena pembuat keputusan melibatkan egonya, maka
informasi negatif diabaikan dan perisai pertahanan pun dibangun.
B.
Kekuatan
sosial. Mungkin pengambil keputusan mendapat tekanan dari rekan kerja dan atau
mereka perlu mempertahankan gengsi sehingga mereka terus atau mengeskalasi
komitmen untuk tindakan yang salah.
C.
Determinan
organisasi. Bukan hanya karakteristik proyek yang mengalami eskalasi keputusan
yang buruk-begitu juga kegagalan dalam komunikasi, disfungsi politik, dan
bertahan pada perubahan.
Penelitian terbaru mendukung eskalasi komitmen sebagai
hubungan pelengkap interaktif antara prediktor sunk cost (misalnya, dikarenakan sejumlah waktu dan jam yang
dihabiskan sebelumn pembuat keputusan menjadi terhambat secara psikologis) dan
penyelesaian proyek (misalnya, memutuskan untuk terus menghabiskan waktu dan
uang akan meningkatkan kemungkinan penyelesaian proyek yang sukses).
Tentu saja, orang yang sepenuhnya tidak rasional,
digambarkan oleh Freud terlalu eksteem Akan tetapi, eskalasi komitmen dan
dinamika manusia lain yang dibahas pada buku ini menunjukkan bahwa terdapat
sedikit keraguan mengenai peranan penting bahwa kompleksitas manusia d dan
memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Beberapa
perilaku manajemen tidak rasional, tetapi masih sangat realistis. Misalnya,
penulis dan koleganya melakukan dua studi yang menunjukkan bahwa subjek dengan
pengalaman di laboratorium dan lapangan yang tidak memiliki banyak pengalaman
komputer lebih terpengaruh dalam aktivitas keputusan dengan informasi yang
disajikan oleh komputer daripada dengan informasi yang disajikan oleh prosedur
laporan nonkomputer. Sebaliknya, kenyataan yang berkebalikan berlaku pada
subjek dengan pengalaman komputer. Dengan kata lain, aktivitas pilihan sang
pembuat keputusan dipengaruhi, sekalipun dengan tipe format informasi yang
disajikan kepada mereka. Manajer tanpa pengalaman komputer mungkin masih
diintimidasi oleh teknologi informasi dan lebih menghargainya, sementara orang
dengan pengalaman TI mungkin sangat skeptis dan meremehkan kepentingannya.
4. Model Rasionalitas
Terbatas dari Simon
Untuk mempresentasikan model rasionalitas ekonomi yang lebih
realistis, Herbert Simon mengajukan Mode1 alternatif. Dia merasa bahwa perilaku
pengambilan keputusan manajemen dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Dalam
memilih alternatif, manajer berusaha meminimalkan kepuasan, atau mencari
sesuatu yang memuaskan atau "cukup bagus." Contoh kriteria kepuasan
minimal adalah keuntungan yang memadai atau saham pasar dan harga yang adil.
a.
Mereka
menyadari bahwa dunia yang mereka rasakan merupakan model dunia nyata yang
disederhanakan secara drastis. Mereka puas dengan penyederhanaan tersebut
karena mereka yakin dunia nyata adalah kosong.
b.
Karena mereka
mengejar kepuasan minimal daripada yang maksimal, mereka dapat membuat pilihan
tanpa menentukan semua kemungkinan alternatif perilaku dan tanpa memastikan
bahwa ini sudah mencakup semua alternatif.
c.
Karena mereka
memperlakukan dunia itu kosong, mereka dapat membuat keputusan hanya dengan
metode pengalaman atau trik perdagangan atau kekuatan kebiasaan. Teknik tersebut
tidak menuntut kemustahilan dari kapasitas pemikiran mereka.
Dalam perbandingannya dengan model rasionalitas ekonomi,
model Simon juga rasional dan maksimal, tetapi terbatas. Pembuat keputusan
berakhir dengan kepuasan minimal karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk
memaksimalkan. Kasus pemaksimalan perilaku dirangkum dengan menyatakan bahwa
tujuannya adalah dinamis, bukan statis; informasi kurang sempurna; terdapat
sasasan waktu dan biaya; tawaran altematif kurang disukai; dan efek kekuatan lingkungan
tidak dapat diabaikan. Model Simon menyatakan keterbatasan ini. Asumsi model
rasionalitas ekonomi tradisional dipandang tidak realistis. Tetapi dalam
analisis akhir, terdapat perbedaan antara model rasionalitas ekonomi dan model
Simon karena dalam beberapa situasi pendekatan minimalis meningkat, sementara
dalam kondisi lain, minimalisasi dan maksimalisasi merupakan hal yang jauh
berbeda.
Banyak variabel ekonomi, sosial, dan organisasi memengaruhi
tingkat di mana minimalisasi kepzuasan menjadi maksimal. Contoh variabel
ekonomimya adalah struktur pasar. Semakin kompetitif pasar, minimalisasi
kepuasan semakin maksimal. Dalam pasar komoditi agrikultur, minimalisasi perlu
berubah menjadi maksimalisasi. Pada umumnya, ekonom menyadari bahwa dalam
lingkungan yang sepenuhnya kompetitif, maksimalisasi keuntungan membuat
perusahaan dapat bertahan. Dengan demikian, pembuat keputusan harus
memaksimalkan keputusan. Dalam pasar oligopolistik (misalnya, industri otomotif
dan baja), minimalisasi berbeda dengan maksimalisasi. Perusahaan oligopolistik
dapat bertahan dalam keuntungan atau saham pasar. Mereka tidak harus berjalan
pada titik di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinal.. Dalam
kenyataannya, mereka mungkin terhindar dari maksimalisasi.
Selain batasan pasar ekonomi, dalam praktiknya terdapat
banyak rintangan sosial yang mencegah maksimalisasi. Beberapa rintangan sosial
tersebut tidak disadari oleh pembuat keputusan organisasi. Contohnya adalah
daya tahan terhadap perubahan, keinginan akan status, memerhatikan citra,
politik, organisasi, dan kebodohan. Sebaliknya, pembuat keputusan mungkin
secara sadar menghindari maksimalisasi secara sadar. Contoh perilaku mencakup
keputusan yang mengecilkan hati peserta kompetisi atau investigasi yang
menentang penggabungan industri, mengendalikan permintaan serikat , atau
mempertahankan kepercayaan konsumen.
5. Heulistik
Penilaian dan Model Bias
Bazerman menyatakan bahwa model rasionalitas terbatas dari
Simon dan konsep minimalisasi merupakan perluasan penting dari model
rasionalitas ekonomi, tetapi model tersebut tidak mendiskripsikan bagaimana
penilaian akan dibiaskan. Dengan demikian, lebih jauh mengenai model
rasionalitas terbatas, pada bidang perilaku organisasi muncul model kognitif
yang bias sistematis memengaruhi penilaian.
Heuristik penilaian dan model bias berasal dari Kahneman dan
Tversky, ahli teori yang menyatakan bahwa pembuat keputusan mengandalkan
heuristik (penyederhanaan strategi atau metode berdasarkan pengalaman). Bersama
dengan Herbert Simon, seorang ahli teori keputusan perilaku, Daniel Kahneman
(dan jika belum meninggal pada tahun 1996 juga bersama kolabornya Amos Tversky)
memenangkan hadiah Nobel atas karyanya pada tahun 2002. Mereka menekankan bahwa
pembuat keputusan mempertimbangkan keadilan, kejadian masa lalu, keenganan
untuk rugi, dan bagaimana keputusan dibingkai, yang dulunya diabaikan para
ekonom. Sebagai contoh saat Kahneman dan Tversky secara hipotesis memutuskan
langkah untuk menangani penyakit, banyak yang memilih langkah yang menyelamatkan
80 persen orang daripada langkah yang membunuh 20 persen. Heuristik penilai
tersebut mengurangi permintaan kebutuhan informasi pembuat keputusan dan secara
nyata membantu dengan cara berikut ini:
a.
Merangkum pengalaman masa lalu dan
memberikan metode yang mudah untuk mengevaluasi masa sekarang
b.
Mengganti metode berdasarkan
pengalaman atau "prosedur operasi standar" untuk mengumpulkan dan
menghitung informasi yang lebih kompleks
c.
Menyelamatkan aktivitas mental dan
proses kogniti
Akan tetapi, meskipun heuristik kognitif menyederhanakan
clan membantu pembuat keputusan dalam situasi tertentu penggunaannya dapat
menyebabkan eror dan hasil bias secara sistematis. Tuga bias utama yang
teridentifikasi membantu menjelaskan bagaimana penilaian tersebut menyimpng
dari proses rasional. Pertanyaan berikut ini akan membantu memahami dan
memberikan bias:
a. Apakah ada
banyak kata dalam bahasa Inggris yang (a) dimulai dengan huruf r atau (b)
mempunyai r sebagai huruf ketiga?
b. Suatu hari dalam
rumah sakit metropolitan yang besar, tercatat 8 kelahiran menurut dan waktu
kelahiran. Urutan kelahiran mana yang paling mungkin untuk melaporkan tersebut
(B = anak laki-laki; G = anak perempuan)?
a. BBBBBBBB b.
BBBBGGGG c. BGBBGGGB
c. Seorang teknisi yang baru diterima di sebuah
perusahaan komputer di area metropolitan Bostom mempunyai pengalaman empat
tahun dan kualifikasi yang bagus. Saat diminta memperkirakan gaji awal untuk
karyawan ini, asisten staf saya (yang sedikit mengenal profesi atau insdustri)
menebak gaji tahunan $23,000. Berapa perkiraan Anda? $ _per tahun 33
E. Gaya Pengambilan
Keputusan
Selain model rasionalitas keputusan, pendekatan lain untuk
perilaku pengambilan keputusan berfokus pada gaya yang digunakan manajer dalam
memilih alternatif. Misalnya, contoh tipologi gaya keputusan yang menggunakan
manajer sebagai representatif mengidentifikasi: (1) Karismatik (antusias,
menarik, banyak bicara, dominan): Richard Bronson dari Virgin Atlantic atau
Herb Kelleher, pendiri Southwest Airlines; (2) Pemikir (kekuatan otak, pintar,
logis, akademis): Michael Dell dari Dell Computer aim Bill Gates dari
Microsoft; (3) Skeptis (banyak permintaan, mengganggu, tidak menyenangkan, suka
melawan): Steve Case dari AOL-Time Warner atau Tom Siebel dari pengembang
perangkat Siebel Systems; (4) Pengikut (tanggung jawab, berhati-hati, mengikuti
tren, tawar-Menawar)Peter Coors dari Coors Brewery atau Carly Fiorina dari
Hewlett Packard; dan (5) Pengendali (logis, tidak emosional, bijaksana, cermat,
akurat, analitis): Mantan CEO Ford Jacques Nasser atau Martha Stewart dari
Omnimedia) Gaya-gaya ini merefleksikan sejumlah dimensi psikologi termasuk
bagaimana pembuat keputusan merasakan apa yang terjadi di sekitar mereka dan
bagaimana mereka memproses informasi
Matriks gaya perilaku pengambilan keputusan 2 x 2 dapat
dikategorikan menjadi dua dimensi orientasi nilai dan toleransi untuk
ambiguitas. Orientasi nilai berfokus pada perhatian pembuatan keputusan
terhadap masalah tugas dan teknis yang berlawanan dengan perhatian pada manusia
manusia dan sosial. Toleransi orientasi ambigu mengukur berapa banyak struktur
dan control yang diperlukan pembuat keputusan (keinginan untuk ambigu yang
rendah) berlawanan dengan perjuangan dalam situasi tidak menentu (keinginan untuk
ambigu yang tinggi). Dua orientasi dengan dimensi rendah dan tinggi digambarkan
dalam matriks yang ditunjukkan pada Gambar 11.3, dengan empat gaya pengambilan
keputusan: direktif, analitik, konseptual, dan perilaku.
1. Gaya Direktif
Pembuat
keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada ambiguitas, dan
berorienytasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung
lebih efisien, logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah.
Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala
sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada tindakan, cenderung mempunyai
fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin mengontrol, dan secan
menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Gaya Analitik
Pembuat
keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan
tugas yang kuat serta orientasi teknis.
Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung
terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan
alternatif darpada pembuat keputusan direktif. Mereka juga memerlukan waktu
lama untuk mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak
menentu dengan baik. Mereka juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan
otokratis.
3. Gaya Konseptual
Pembuat
keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang
yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam
memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan
masa mendatang. Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak
mungkin untuk mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi
dalam mengambil keputusan. Pembuat keputusan konseptual juga berani mengambil
risiko dan cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah.
Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu mengembangkan
pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan..
4. Gaya Perilaku
Pembuat
keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang
yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan cenderung bekerja
dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran
pendapat. Mereka cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat, dan menyukai
informasi verbal daripada tulisan. Mereka cenderung menghindari konflik dan
sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan orang lain. Akibatnya, pembuat keputusan
mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada orang lain, dan mereka tidak
membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil keputusan akan membuat orang
sedih.
F. Implikasi Gaya
Keputusan
Penelitian menunjukkan bahwa pembuat keputusan cenderung
mempunyai lebih dari satu gaya dominan. Pada umumnya, manajer mengandalkan dua
atau tiga gaya keputusan, dan hal ini akan bervariasi menurut pekerjaan,
tingkat kerja, dan budaya. Gaya tersebut dapat digunakan untuk menentukan
kekuatan dlan kelemahan pembuat keputusan. Misalnya, pembuat keputusan analitis
membuat keputusan yang cepat, tetapi mereka juga cenderung otokrat dalam cara
melakukan sesuatu. Sama halnya, pembuat keputusan konseptual bersifat inovatif
dan berani mengambil risiko, tetapi mereka sering tidak tegas. Gaya ini
membantu menjelaskan mengapa manajer yang berbeda membuat keputusan yang
berbeda setelah mengevaluasi informasi yang sama. Secara keseluruhan, analisis
gaya pembuat keputusan berguna dalam memberikan pemikiran mengenai bagaimana
menghadapi berbagai gaya pengambilan keputusan.
G.
Teknik Pengambilan Keputusan
1.
Teknik Partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku, setidaknya
secara tradisional, masuk dalam kategori partisipatif. Sebagai teknik
pengamhilan keputusan, partisipatif mencakup individu atau kelompok aalam
proses 46 la dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan memerlukan
keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik. Sejumlah partisipasi dalam
pengambilan keputusan berkisar dari tidak ada partisipasi pada satu sisi, di
mana manajer membuat keputusan dan tidak meminta bantuan atau :de dari
siapapun, sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, di mana setiap orang yang
berhubungan Jan terpengaruh oleh keputusan, sepenuhnya terlibat. Dalam
praktiknya, tingkat partisipasi ditentukan, oleh faktor pengalaman individu
atau kelompok dan sifat tugas. Semakin banyak pengalaman, semakin terbuka,
serta semakin tidak terstrukturnya tugas, partisipasi di dalamnya pun semakin
banyak
Partisipasi semakin diminati dalam organisasi saat ini,.
Teknik partisipasi telah dibicarakan sejak awal gerakan hubungan manusia. Dan
sekarang, karena tekanan kompetisi, eliminasi hubungan, herarki bawahan-atasan,
dan munculnya tim, struktur horisontal, dan teknologi informasi terbatas, maka
organisasi, tim, dan manajer individu secara efektif menggunakan teknik
tersebut: misalnya, melalui penggunaan teknologi informasi, insinyur Raython di
Dallas dihadapkan dengan keputusan teknis. Setelah mencari masalah yang sesuai
dengan proyek perpustakaan online, insinyur tersebut mengirim e-mail ke
koleganya yang berkantor di West Coast yang mencoba menjawab pertanyaan yang
sama dan mereka bersama-sama memecahkan masalah tersebut.
Teknik
partisipasi diterapkan secara informal pada individu atau tim atau secara
formal pada .program. Teknik partisipasi individu adalah di mana karyawan memengaruhi
pengambilan keputusan manajer. Partisipasi kelompok menggunakan teknik
konsultasi dan demokrasi. Manajer meminta dan menerima keterlibatan karyawan
dalam partisipasi konsultasi, tetapi manajer mempertahankan hak untuk membuat
keputusan. Dalam bentuk demokrasi, terjadi partisipasi total, dan kelompok,
bukan per individu, membuat keputusan akhir dengan konsensus atau suara
terbanyak.
Terdapat banyak atribut positif clan negatif dari
pengambilan keputusan partisipasi. Menyeimbangkan atribut tersebut dalam
mengevaluasi keefektifan pengambilan keputusan partisipasi merupakan hal yang
sulit karena keterlibatan faktor-taktor seperti gaya kepemimpinan atau
kepribadian. Faktor situasional, lingkungan, dan kontekstual serta ideology. Meskipun terdapat juga dukungan
penelitian umum, bentuk teknik partisipasi yang berbeda mempunyai hasil yang
berbeda. Misalnya, partisipasi informal mempunyai efek positif pada
produktivitas dan kepuasan karyawan; partisipasi representasi mempunyai dampak
positif pada kepuasan, tetapi tidak pada produktivitas; dan partisipasi jangka
pendek tidak efektif pada kedua criteria.
Persoalanya adalah kecenderungan terhadap pseudo-partisipasi
(partisipasi palsu). Banyak manajer meminta partisipasi, tetapi saat bawahan
menanggapinya dengan memberi saran atau coba memberi masukan pada sebuah
keputusan, mereka diabaikan dan tidak pernah menerima umpan balik apa pun.
Dalam beberapa kasus, manajer mencoba membuat orang terlibat dalam tugas,
tetapi tidak dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan
bumerang pada kepuasan karyawan. Jika manajer menginginkan partisipasi
karyawannya, tetapi tidak pernah melibatkan mereka secara intelektual atau
emosional serta tidak pernah menggunakan saran mereka, maka hasilnya negatif.
Partisipasi juga menghabiskan waktu dan mempunyai beberapa kerugian umum
seperti pelemparan tanggung jawab. Akan tetapi, dari sudut pandang perilaku,
keuntungan pengambilan keputusan partisipasi lebih banyak daripada kerugiannya.
Mungkin keuntungan terbesarnya adalah teknik partisipasi pengambilan keputusan
menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat kontribusi signifikan terhadap
pencapaian sasaran organisasi.
2. Teknik Keputusan
Kelompok
Sejauh ini, kemajuan yang terjadi dalam pengambilan
keputusan selama beberapa tahun belakan ini dikarenakan teknologi informasi.
Sistem informasi manajemen (SIM), sistem pendukung keputusan (DSS)
terkomputerisasi, data warehousing
dan mining, dan sistem canggih dan
para ahli semakin ban} digunakan untuk membantu manajer membuat keputusan yang
lebih baik. Pendekatan berdasarkan informasi mempunyai dampak dan kesuksesan
besar. Akan tetapi terdapat beberapa kesimpulan penelitian terbaru yang
mengindikasikan bahwa teknologi informasi seperti DSS mungkin bukan solusi
akhir untuk pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, suatu studi menemukan
bahwa lebih banyak informasi disediakan dan dipertukarkan oleh kelompok den
menggunakan DSS, tetapi saat dibandingkan dengan kelompok tanpa DSS, tidak ada
keputusan lebih baik yang dihasilkan. Studi lain, meskipun DSS mengembangkan
organisasi dalam proses pengambilan keputusan, tetapi DSS juga menghasilkan
diskusi yang kurang kritis dan mendalam, akan tetapi, manajemen pengetahuan
sekarang sedang mengembangkan proses informasi nyata tidak nyata yang lebih
efektif dan peralatan teknologi sehari-hari (e-mail, pengolah kata,
spreadsheet, desktop, alat presentasi terkomputerisasi/PowerPoint, dan program
database) menjadi nomor dua. Kunci untuk pembuat keputusan yang efektif adalah
bukan menjadi seorang ahli teknologi informasi, tetapi menjadi pembuat
keputusan yang dapat menggunakan teknologi informasi efisien dan efektif untuk
mengambil keputusan yang lebih baik.
Selain dampak teknologi informasi yang semakin maju dalam
pengambilan keputusan, terdapat kebutuhan penting untuk teknik pengambilan
keputusan yang berorientasi perilaku. Sayangnya, hanya teknik perilaku
partisipasi yang dibahas sejauh ini yang tersedia untuk manajer. Tidak banyak
usaha untuk mengembangkan teknik yang membantu membuat keputusan pemecahan
masalah yang lebih kreatif. Seperti diakui manajemen pengetahuan, keputusan
kreatiflah yang merupakan tantangan utama yang dihadapi manajemen modern.
Kreativitas
pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau kelompok karena
pengambilan keputusan individu membantu pengambilan keputusan dalam organisasi
saat ini, maka pemahaman dinamika kelompok dan tim, menjadi relevan dengan
pengambilan keputusan, sebagai contoh, pembahasan masalah dan fenomena
kesesuaian nilai dan etika kelompok seperti perubahan risiko (bahwa kelompok
mungkin membuat keputusan lebih berisiko daripada anggota individu) membantu
seseorang memahami kompleksitas pengambilan keputusan kelompok dengan lebih
baik. Kenyataannya, belakangan ini sejumlah skema keputusan sosial muncul dari
penelitian psikologi sosial. Skema tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
Skema kemenangan mayoritas.
Skema yang lazim digunakan kelompok sampai kepada keputusan
yang didukung oleh mayoritas. Skema ini muncul untuk memandu pengambilan keputusan
saat tidak ada keputusan yang benar secara objektif. Contohnya adalah model
mobil apa yang dibuat saat berbagai model populer belum diuji dalam
"pengadilan" pendapat publik.
b.
Skema kemenangan sebenarnya.
Saat semakin
banyak informasi diberikan dan pendapat dibahas dalam skema ini, kelompok
menyadari bahwa ada satu pendekatan yang benar secara objektif. Misalnya,
kelompok memutuskan apakah penggunaan nilai tes untuk menyeleksi karyawan akan
berguna dan apakah informasi nilai tersebut mampu memprediksi kinerja.
c.
Skema mayoritas dua per tiga.
Skema ini sering digunakan juri yang cenderung menghukum
terdakwa saat dua per tiga juri menyetujui.
d.
Aturan perubahan pertama.
Skema ini, kelompok cenderung menggunakan keputusan yang
mencerminkan perubahan pertama dalam pendapat yang diekspresikan anggota
kelompok. Jika kelompok produsen mobil terbagi dalam kelompok memproduksi mobil
touring atau tidak, maka kelompok cenderung melakukan ide awal setelah salah
satu kelompok yang awalnya menolak ide tersebut menyetujui perubahan. Jika juri
mengalami jalan buntu, anggota akhirnya mengikuti ketua juri untuk mengubah
posisi.
Selain skema tersebut, terdapat juga fenomena lain seperti
kecenderungan status quo (saat individu atau kelompok dihadapkan dengan
keputusan, mereka menolak perubahan dan cenderung bertahan dengan tujuan atau
rencana yang ada) yang memengaruhi pengambilan keputusan kelompok.
Saran seperti berikut ini dapat digunakan untuk membantu
mengurangi dan melawan kekuasaan status quo dan dengan demikian keputusan
kelompok menjadi lebih efektif. Saran tersebut sebagai berikut:
a.
Saat segalanya berjalan dengan baik,
pembuat keputusan sebaiknya tetap mewaspadai dan meninjau kemungkinan
alternatif.
b.
Sungguh baik jika memiliki kelompok
terpisah yang mengawasi lingkungan, mengembangkan teknologi baru, dan
menghasilkan ide baru.
c.
Untuk mengurangi kecenderungan
mengabaikan informasi negatif jangka panjang, manajer sebaiknya mengumpulkan
skenario kasus yang buruk dan prediksi yang mencakup biaya jangka panjang.
d.
Membuat checkpoint dan batasan untuk
semua rencana.
e.
Ketika batasan sudah dilewati, perlu
mempunyai tinjauan rencana lain yang independen atau terpisah.
f.
Nilailah orang berdasarkan cara
mereka mengambil keputusan, bukan hanya pada keputusannya, terutama ketika
hasil di luar kontrol.
g.
Menekankan kualitas proses
pengambilan keputusan tidak berarti sebaiknya manajer tidak menampilkan
konsistensi keberhasilan saat keadaan belum menunjukkan perubahan.
h.
Organisasi dapat menetapkan tujuan,
insentif, dan sistem pendukung yang mendorong eksperimen dan pengambilan
risiko.
Selain
panduan sederhana di atas, teknik keputusan kelompok seperti Delphi dan
pengelompokan nominal juga dapat digunakan untuk membantu menghilangkan
disfungsi kelompok dan membantu membuat keputusan yang lebih efektif.
3. Teknik Delphi
Meskipun
Delphi pertama kali dikembangkan bertahun-tahun yang lalu di perusahaan Rand
Corporation, tetapi teknik tersebut baru dipopulerkan belakangan ini sebagai
teknik pengambilan keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini,
berbagai organisasi bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, dan militer
menggunakan Delphi. Tidak ada teknik keputusan yang dapat memprediksi masa
depan sepenuhnya, tetapi teknik Delphi sepertinya sebaik bola kristal dalam
meramal.
Teknik ini, yang dinamakan seperti ramalan di Delphi pada
masa Yunani kuno, mempunyai ebberapa variasi, tetapi umumnya bekerja sebagai
berikut:
a.
Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi dalam kasus ini bukan
para ahli pun mungkin sengaja menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak
berinteraksi langsung (tatap muka) satu sama lain. Dengan demikian, biaya
pengeluaran untuk mempertemukan kelompok dapat dikurangi.
a.
Setiap anggota diminta membuat
prediksi atau input tanpa mencantumkan nama untuk keputusan kelompok.
b.
Setiap anggota k'emudian menerima
umpan balik gabungan dari orang lain. Dalam beberapa variasi, alasan
dkcantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya data dan daftar gabungan yang
digunakan.
c.
Pada umpan balik, dilakukan babak
lain dari input anonim. Pengulangan terjadi pada sejumlah waktu yang telah
ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap sama, yang berarti setiap
orang masuk dalarn posisinya.
Kunci utama keberhasilan teknik ini adalah anonimitasnya.
Meneruskan respons anggota kelompok Delphi yang tanpa nama menghapus masalah
"menjaga gengsi" dan mendorong para ahli untuk lebih fleksibel dan
diuntungkan dari penilaian orang lain. Pra ahli mungkin lebih memerhatikan
pembelaan posisi mereka daam teknik pengambilan keputusan kelompok yang
berinteraksi secara tradisional dari ada membuat keputusan yang baik.
Banyak organisasi membuktikan diri sukses dengan teknik
Delphi. Weyerhaeuser, perusahaan suplai bangunan, menggunakan teknik tersebut
untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada bisnis konstruksi, dan
G1axoSmithKline, manufaktur obat, menggunakan teknik tersebut untuk mempelajari
ketidakpastian obat. TRW, perusahaan berorientasi teknologi yang sangat
beragam, mempunyai 14 panel Delphi, masing-masing 17 anggota. Panel menyarankan
produk dan layanan yang mempunyai potensi pemasaran dan memprediksi
perkembangan teknologi dan peristiwa politik, ekonomi, sosial, Jan budaya yang
signifikan. Selain aplikasi bisnis, teknik berhasil digunakan pada berbagai
masalah dalarn pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan militer. Dengan kata
lain, Delphi dapat diterapkan pada berbagai perencanaan program dan masalah
keputusan dalarn berbagai organisasi.
Kritik utama terhadap teknik Delphi berpusat pada konsumsi
waktu, biaya, clan efek papan Ouija. iietiga kritik tersebut mengimplikasikan
bahwa Delphi tidak memiliki basis atau dukungan ilmiah. Unuk menghadapi kritik
tersebut, Rand berusaha menvalidasi Delphi melalui eksperimen terkontrol.
Peusahaan mengatur panel non-ahli yang menggunakan teknik Delphi untuk menjawab
pertanyaan, "Berapa banyak suara untuk Lincoln ketika dia pertama kali
menjadi presiden?" dan "Berapa harga rata-rata yang diterima petani untuk
apel pada tahun 1940?" Pertanyaan khusus ini digunakan karena rata-rata
orang tidak tahu jawaban yang tepat, tetapi mengetahui subjeknya. Hasil studi
menunjukkan bahwa perkiraan awal oleh panel non-ahli hampir benar, tetapi
dengan teknik umpan balik anonim. Delphi, perkiraan akan lebih mendekati.
4. Teknik Kelompok
Nominal
Berhubungan dekat dengan Delphi adalah pendekatan kelompok
nominal untuk pengambilan keputusan kelompok. Kelompok nominal telah digunakan
oleh ahli psikologi sosial dalam penelitian mereka selama bertahun-tahun.
Kelompok nominal hanyalah "kelompok di atas kertas". Ini hanya nama
kelompok karena tidak ada interaksi verbal antaranggota. Dalam penelitian
dinamika kelompok, ahli psikologi sosial akan mengadu kelompok yang berinteraksi
dengan kelompok nominal (sebuah kelompok individu yang dikumpulkan
bersama-sama, tetapi tidak berinteraksi secara verbal). Dalam konteks jumlah
ide, keunikan ide, dan kualitas ide, penelitian menemukan bahwa kelompok
nominal lebih unggul dibanding kelompok riil. Kesimpulan umum adalah kelompok
yang berinteraksi mempunyai disfungsi tertentu yang menghalangi kreativitas.
Sebagai contoh, sebuah studi menemukan bahwa kinerja peserta dalam kelompok
interaktif lebih serupa dan lebih sesuai daripada kinerja kelompok
nominal." Akan tetapi, kompleksitas bertambah ketika sebuah studi terbaru
menemukan bahwa (1) kelompok interaktif lebih memerhatikan input anggota
berkinerja paling tinggi dan (2) kelompok interaktif mempunyai kinerja pada
tingkat terbaik dari sejumlah individu yang sama.18 Tetapi, kecuali untuk
mendapatkan ide, efek anggota kelompok yang berinteraksi'diketahui memiliki
efek positif yang lebih signifikan pada sejumlah variabel. Jenis efek
selanjutnya dibahas pada Bab 14, mengenai dinamika dan tim.
Saat pendekatan kelompok nominal murni dikembangkan menjadi
teknik khusus untuk pengambilan keputusan dalam organisasi, pendekatan ini
dinamakan nominal group technique (NGT) dan terdiri dari langkah berikut ini:
a.
Pembangkitan ide yang tidak
terucapkan melalui tulisan
b.
Umpan balik round-robin dari anggota
kelompok, yang mencatat setiap ide dalam frasa pendek pada flip chart atau papan tulis
c.
Pembahasan setiap ide yang tercatat
untuk klarifikasi dan evaluasi
d.
Voting individu mengenai ide prioritas,
dengan keputusan kelompok diambil secara matematis menurut rating"
Perbedaan antara pendekatan tersebut dan metode Delphi
adalah anggota NGT biasanya diperkenalkan satu sama lain, mempunyai kontak
langsung, dan berkomunikasi secara langsung dalam langkah ketiga.
Meskipun diperlukan lebih banyak penelitian, terdapat
beberapa bukti bahwa kelompok NGT muncul dengan lebih banyak ide daripada
kelompok yang berinteraksi secara tradisional dan melakukan dengan lebih baik,
atau sedikit lebih baik, daripada kelompok yang menggunakan Delphi. Sebuah
studi menemukan bahwa kelompok NGT mencapai kinerja pada tingkat akurasi yang
sama dengan anggota yang paling pandai, akan tetapi, studi lain menemukan bahwa
kelompok NGT tidak memiliki kinerja, kelompok pesertanya secara pervasif juga
menyadari permasalahan kelompok dan saat di mana tidak ada orang dominan yang
menghalangi orang lain untuk mengomunikasikan ide. Sebuah studi menemukan bahwa
individu yang bekerja sendiri dan kemudian masuk dalam kelompok nominal menjadi
superior, tetapi untuk pembangkitan ide melalui komputer, kelompok yang utuh
(seperti kelompok kerja reguler) menghasilkan lebih banyak ide (dengan kualitas
tinggi) daripada orang yang bekerja dalam subkelompok atau individu dalam
kelompok nominal.
2.12MEMASUKI ORGANISASI
A. Pemilihan Pekerjaan Perspektif Individu
Karakteristik Individu (Individual Characteristics).
Mengingat
prestasi organisasi tergantung atas prestasi individu, manajer seperti Ted
Johnson harus memiliki pengetahuan yang lebih memadai dan bukan hanya
pengetahuan yang pas-pasan tentang faktor yang menentukan prestasi individu.
Psikologi dan psikologi sosial menyumbang pengetahuan yang sangat besar
berkenaan dengan hubungan antara sikap, persepsi, kepribadian, nilai-nilai, dan
prestasi individu.
Kapasitas
individu untuk belajar dan menanggulangi stress telah menjadi topik yang
semakin penting pada tahun-tahun belakangan ini. Manajer tidak dapat
mengabaikan kebutuhan untuk belajar dan bertindak tentang pengetahuan
karakteristik individu, baik dari bawahannya maupun di antara manajer sendiri.
Motivasi Individu (Individual Motivation).
Motivasi dan
kemampuan bekerja mempengaruhi prestasi kerja. Teori motivasi mencoba
menerangkan dan meramal bagaimana perilaku individu itu muncul, mulai berlanjut
dan berhenti. Tidak seperti Ted Johnson, tidak semua manajer dan sarjana
perilaku setuju tentang teori motivasi “terbaik”. Sebenarnya, motivasi itu
begitu rumit sehingga mustahil memiliki satu teori yang mencakup keseluruhan
tentang bagaimana hal tersebut terjadi. Akan tetapi, para manajer harus terus
mencoba memahaminya. Mereka harus menaruh perhatian terhadap motivasi karena
mereka harus mempertahankan prestasi.
Imbalan (Rewards)
Salah
satu pengaruh yang paling kuat atas prestasi individu ialah sistem imbalan
dalam organisasi. Manajemen dapat menggunakan “imbalan” (atau hukuman) untuk
meningkatkan prestasi karyawan. Manajemen dapat juga menggunakan imbalan
untuk menarik karyawan-karyawan terlatih masuk dalam organisasi itu. Gaji dan
kenaikannya serta bonus adalah aspek-aspek yang penting dalam sistem imbalan,
tetapi bukan satu-satunya aspek. Ted Johnson memperhitungkan masalah ini dengan
jelas dalam pertimbangannya ketika ia mengatakan, “saya tahu rahasianya untuk
memperoleh suatu prestasi”. Prestasi dari pekerjaan itu sendiri menjamin
karyawan mendapat imbalan; terutama jika prestasi kerja tersebut mengarah
kepada rasa tanggung jawab pribadi, otonomi, dan keberartian.
Stress (Ketegangan Mental).
Stress merupakan hasil (yang
penting) dari interaksi antara tugas pekerjaan dengan individu-individu yang
melaksanakan pekerjaan itu. Stress dalam hal ini ialah suatu keadaan ketidakseimbangan
di dalam diri individu yang bersangkutan, yang sering tercermin dalam
gejala-gejala seperti tak bisa tidur, keringat berlebihan, gugup dan sufat
lekas marah. Apakah ketegangan itu bersifat positif atau negatif tergantung
pada tingkat toleransi individu bersangkutan. Orang memberikan reaksi yang
berbeda terhadap situasi yang dari luar nampaknya menyebabkan tuntutan fisik
dan psikologis yang sama. Beberapa individu menanggapi positif peningkatan
motivasi dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas pekerjaan. Individu lain
menanggapi negatif, malahan mencari jalan keluar lain seperti menjadi alkoholik
dan menggunakan obat-obatan secara salah. Ted Johnson akan menanggapi secara
positif ketegangan dalam pekerjaan barunya.
Tanggung
jawab manajemen dalam menanggulangi stress belum jelas didefinisikan, tetapi
makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa oeganisasi terus berupaya mengadakan
program untuk menangani pekerjaan yang menyebabkan stress.
B. Seleksi Perspektif
Organisasi
ASUMSI – ASUMSI PERSPEKTIF ORGANISASI
Dalam kajian Stephen W Littlejohn
memberikan satu bentuk metafora lain yang mengibaratkan bahwa organisasi adalah
sebagai sebuah jaringan (Organizational Network). Jaringan adalah struktur-struktur
sosial yang diciptakan melalui komunikasi di antara individu-individu dan
kelompok-kelompok. Sewaktu orang berkomunikasi dengan orang lain, sebenarnya ia
sedang membuat kontak-kontak dan pola-pola hubungan dan saluran-saluran ini
menjadi instrumen dalam semua bentuk fungsi sosial, dalam organisasi-organisasi
dan dimasyarakat luas. Organisasi dipahami mampu membangun realita sosial.
Jaringan adalah saluran-saluran melalui mana pengaruh dan kekuasaan dijalankan,
tidak hanya oleh manajemen dengan cara formal tetapi juga informal diantara
para anggota organisasi.2 Sementara itu, Peter Monge dan Eric Eisenberg3
melihat teori jaringan sebagai suatu cara untuk mengintegrasikan tiga
tradisi dalam studi organisasi. Pertama tradisi posisional, relasional, dan
kultural. 2 Stephen W Littlejohn, Teories of Human Communication ,Thomson
Learning,USA. 7th.ed. 2001. 3 ibid..p.282. “Satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajari
organisasi adalah sebagai
suatu sistem” (Scott, 1961)
Beberapa teori teori organisasi antara lain :
A. ASUMSI
TEORI KLASIK
Konsep tentang organisasi
telah berkembang mulai 1880-an dan dikenal sebagai teori klasik (classical
theory). Dampak teori ini terhadap organisasi masih sangat besar. Sebagai
contoh organisasi yg didasarkan birokrasi dan banyak bagian dari teori klasik
Menurut teori organisasi klasik, rasionalitas, efisiensi, dan keuntungan
ekonomis merupakan tujuan organisasi. Teori ini juga menyatakan bahwa manusia
diasumsikan bertindak rasional sehingga secara rasional dengan menaikkan upah,
produktivitas akan meningkat.
Asumsi teori klasik
tentang Perspectif Organisasi
dipahami sebagai tempat (wadah) berkumpulnya orang-orang yang diikat dalam
sebuah aturan-aturan yang tegas dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
telah terkoordinir secara sistematis dalam sebuah struktur guna mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Max Weber dengan
konsep birokrasi idealnya menekankan pada konsep otoritas dan kekuasaan yang
sah untuk melakukan kontrol kepada pihak lain yang berada di bawahnya sehingga
organisasi akan terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakefisienan.
Frederick Taylor mengajukan konsep "manajemen ilmiah" yang inti
gagasannya adalah "bagaimana cara terbaik untuk melakukan pekerjaan".
Untuk ini Taylor membuat standardisasi mulai dari seleksi (rekruitmen) dan
penempatan yang menurutnya merupakan sistem hubungan kerja antara manusia
dengan mesin sehingga pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah.
Henry Fayol mengembangkan
teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan masalah-masalah fungsional
kegiatan administrasi. Fayol mengajukan konsep planning, organizing, command,
coordination, dan control yang menjadi landasan bagi fungsi dasar manajemen.
Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip yang sangat fleksibel yang
digunakan sebagai dasar bagi manajer dalam mengelola organisasi. Keempat belas
prinsip itu adalah pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin,
kesatuan perintah, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum, pemberian upah,
sentralisasi, rantai perintah, ketertiban, keadilan, kestabilan masa kerja,
inisiatif, dan semangat korps. Gagasan Fayol sendiri didukung oleh koleganya di
AS yaitu Gulick, Urwick, Mooney dan Reiley. Menurut James D. Mooney
terdapat empat prinsip dasar untuk merancang organisasi, yaitu :
a. Koordinasi, yang
meliputi wewenang, saling melayani, serta perumusan tujuan dan
disiplin.
b. Prinsip skalar, meliputi
prinsip, prospek, dan pengaruh sendiri, tercermin dari kepemimpinan, delegasi
dan definisi fungsional.
c. Prinsip
fungsional, yaitu funsionalisme tugas yang berbeda.
d. Prinsip staf, yaitu
kejelasan perbedaan antara staf dan lini Meskipun mendapat banyak kritik yang
menganggap bahwa teori-teori klasik itu telah mengabaikan faktor humanistik,
deterministik, dan tertutup, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa teori klasik
merupakan peletak dasar dari teori-teori organisasi modern.
B. ASUMSI TEORI
MODREN
Teori mutakhir atau modern
merupakan pengembangan aliran hubungan manusiawi sekaligus sebagai pandangan
baru tentang perilaku manusia dan sistem sosial. Asumsi modren Tentang perspectif organisasi : Organisasi sebagai sebuah jaringan
sistem yang terdiri dari setidak-tidaknya 2 (dua) orang atau lebih dengan
kesalingtergantungan, input, proses dan output. Menurut pandangan ini,
orang-orang (komunikator) bekerjasama dalam sebuah sistem untuk menghasilkan
suatu produk dengan menggunakan energi, informasi dan bahan-bahan dari
lingkungan
Proses pengorganisasiaan akan menghasilkan
organisasi. Pengorganisasian adalah sebuah proses dan aktivitas/kegiatan.
Walaupun organisasi memiliki struktur namun bagaimana organisasi bertindak dan
bagaimana organisasi tersebut tampil ditentukan oleh struktur yang ditetapkan
oleh pola-pola reguler perilaku yang saling bertautan. (Weick, 1979, hal 90).
Dalam teori ini konsep
manusia yang mewujudkan diri (motivasi manusia) sangat penting bagi manajemen
organisasi. Terdapat empat prinsip dasar perilaku organisasi, yaitu:
a. Manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses
teknik secara ketat (peranan, prosedur, dan prinsip).
b. Manajemen harus sistematis dan pendekatan yang
digunakan dengan pertimbangan secara hati-hati.
c. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan
pendekatan manajer individual dalam pengawasan harus sesuai dengansituasi.
d. Pendekatan motivasional yang menghasilkan
komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat perlu. Berdasarkan berbagai
teori yang dikemukakan, baik teori klasik, teori tradisional, maupun teori
mutakhir mengindikasikan bahwa kinerja lembaga atau organisasi sangat
ditentukan oleh sistem komunikasi yang diterapkan, baik menyangkut praktik
komunikasi, pola pendekatan, media komunikasi, maupun ketersediaan sarana umpan
balik. Variabel-variabel tersebut akan menentukan produktivitas kinerja
lembaga. Demikian pula dalam praktiknya, kegiatan komunikasi hendaknya
memperhatikan beragam bentuk komunikasi, seperti komunikasi ke bawah,
komunikasi ke atas, komunikasi horizontal, komunikasi lintas saluran dan
komunikasi informal. Semakin kreatif dan variatif organisasi itu menggunakan
bentuk komunikasi, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas kinerja
lembaga tersebut.
C. ASUMSI TEORI
PERALIHAN
Teori tradisional (teori
peralihan) Teori tradisional muncul sebagai reaksi atas konsep-konsep
yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik meskipun tidak sepenuhnya
mengabaikan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh teori klasik. Pendekatan yang
dilakukan oleh ahli teori ini adalah pendekatan perilaku atau bahavioral
approach (Human Relation Approach). Pendekatan ini dilakukan dengan
mengadakan eksperimen yang dikenal dengan Hawthorne Experiment yang secara
garis besar dibagi dalam 4 tahap Antara Lain :
a. Mengkaji efek lingkungan
dari produktivitas pekerja
b. Melakukan konsultasi
dengan pekerja yang ikut eksperimen
c. Melakukan
wawancara dengan pekerja (yang tidak ikut eksperimen) melalui pertanyaan
terbuka
d. Eksperimen yang dikenal dengan bank
- Wiring - Room Experiment.
Hasil eksperimen tersebut adalah :
Hasil eksperimen tersebut adalah :
- Sistem sosial para
pekerja ikut berperan dalam organisasi formal.
- Imbalan
nonfinansial dan sanksi berperan dalam mengarahkan perilaku pegawai
- Kelompok ikut
berperan dalam menentukan kinerja dan sikap anggota kelompok
- Munculnya pola
kepemimpinan informal.
- Komunikasi yang
makin intensif.
- Kepuasan dan
kenyamanan bekerja meningkat.
- Pihak manajemen
dituntut untuk lebih memahami situasi sosial.
Experiment Hawthorne menjadi pemicu munculnya beberapa pemikiran baru (yang masih dalam kerangka humanistik). Termasuk munculnya teori sistem yang melihat organisasi sebagai suatu sistem yang memiliki antara lain :
a. Sub sistem teknis
b. Sub sistem sosial
c. Sub sistem kekuasaan. Kemudian
juga muncul teori kontingensi yang dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang
telah dikembangkan oleh pendekatan sistem. Teori kontingensi ini pada
prinsipnya melihat bahwa organisasi harus berlandaskan pada sistem yang terbuka
(open system concept)
PERSPEKTIF YANG MENDASARI
KOMUNIKASI ORGANISASI
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial
maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan
melibatkan empat fungsi/peranan, yaitu:
1. Covering Law Theories
Pespektif ini berangkat dari prinsip sebab-akibat atau
hubungan kausal. Rumusan umum dari prinsip ini antara lain dicerminkan dalam
pernyataan hipotesis. Menurut Dray penjelasan Covering Law Theories didasarkan
pada dua asas:
- Teori berisikan
penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
-
Penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan.
C.
Interview Pekerjaan
Keberhasilan
suatu wawancara dapat diperoleh dengan menggunakan suatu perangkat wawancara
berupa Pedoman Wawancara yang dibantu dengan penggunaan beberapa teknik
wawancara sebagai berikut:
Pedoman
wawancara (interview Guide) yang memuat semua yang anda perlukan untuk
menyiapkan dan melakukan wawancara, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang telah
dipertimbangkan dengan baik, bersifat menggali, serta direncanakan secara
khusus untuk pekerjaan sasaran.
Pertanyaan
tindak-lanjut (follow up question) yang membantu anda untuk mengumpulkan
perilaku yang lengkap dan cukup jumlahnya, yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi
kandidat. – Keterampilan membuat catatan membantu anda untuk mencatat informasi
wawancara secara akurat dan lengkap.
Membina
hubungan baik (building raport) dengan kandidat membantu agar ia merasa nyaman
dan terdorong untuk lebih terbuka dalam wawancara.Teknik mengelola wawancara
untuk membantu anda menjaga proses wawancara berjalan dengan baik dan lancer,
sehingga anda dapat mencakup latar belakang kandidat secara lengkap.
Pedoman
Wawancara
Pedoman
wawancara merupakan rencana tindakan selama wawancara dan merupakan perangkat
wawancara yang paling berharga. Pedoman ini memuat hal-hal yang anda perlukan
untuk menyiapkan dan melakukan wawancara.
Isi Pedoman
Wawancara
Pedoman
Wawancara dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dari setiap organisasi.
Namun sebagian besar pedoman memuat beberapa komponen dibawah ini:
1.
Daftar
Persiapan (Preparation Check List) memberikan instruksi bagi anda untuk
menyiapkan proses wawancara
2.
Garis Besar
untuk Membuka Wawancara (outline for opening the interview) memberikan format
yang harus anda ikuti dalam membuka sebuah wawancara, dan menjelaskan tujuan
serta rencana wawancara tersebut.Bagian Tinjauan latar belakang (key background
review) memuat pertanyaan –pertanyaan mengenai pendidikan dan riwayat pekerjaan
kandidat.
3.
Bagian
Pertanyaan perilaku Terencana (planned behavioral questions) memuat
pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai perilaku kandidat dalam dimensi
sasaran.
4.
Penutup
wawancara (interview close) memberikan peluang bagi anda untuk memeriksa
catatan wawancara, untuk menanyakan pertanyaan tambahan serta untuk menjwab
pertanyaan kandidat mengenai jabatan dan organisasi.
5.
Instruksi
pasca-wawancara (post-interview instructions) membimbing anda dalam
mengevaluasi informasi yang telah anda kumpulkan, dan dalam menilai kandidat
menurut dimensi yang ditugaskan kepada anda.
6.
Table cakupan
dimensi (dimensi coverage Grid) mengingatkan para pewawancara akan
dimensi-dimensi apa saja yang harus dicakup dalam sistem seleksi.
7.
Pertanyaan
Tindak Lanjut
Pertanyaan –
pertanyaan tindak lanjut membantu anda untuk meneliti pengalaman kandidat
secara mendalam, memberikan informasi yang anda perlukan serta memberi
kesempatan kepada kandidat untuk mendemonstrasikan kompetensinya dalam dimensi
sasaran. Karena alasan ini, maka tindak-lanjut merupakan ketrampilan wawancara
yang utama.
Tiga jenis
Pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan tindak-lanjut
tergolong dalam salah satu dari tiga jenis:
Mengenai
perilaku Pertanyaan mengenai perilaku meminta kandidat untuk memberikan
informasi spesifik tentang bagian-bagian perilaku. Pertanyaan mengenai perilaku
meminta kandidat untuk menguraikan “pengalaman yang pernah dialaminya”, “suatu
saat ketika”, “suatu situasi dimana”, atau “sebuah contoh ketika”.
Teoritis
Pertanyaan teoritis menanyakan kandidat mengenai teori, pendapat, atau tindakan umum, yaitu apa yang ia pikir tentang suatu topic atau situasi atau apa yang ia ingin lakukan atau biasanya lakukan, bukan apa yang sesungguhnya telah ia lakukan dalam suatu situasi yang spesifik. Pertanyaan teoritis tidak efektif karena orang umumnya menjawab dengan teori dan pendapat, bukan informasi perilaku yang anda perlukan.
Pertanyaan teoritis menanyakan kandidat mengenai teori, pendapat, atau tindakan umum, yaitu apa yang ia pikir tentang suatu topic atau situasi atau apa yang ia ingin lakukan atau biasanya lakukan, bukan apa yang sesungguhnya telah ia lakukan dalam suatu situasi yang spesifik. Pertanyaan teoritis tidak efektif karena orang umumnya menjawab dengan teori dan pendapat, bukan informasi perilaku yang anda perlukan.
Mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan mendorong kandidat untuk memberikan jawaban yang ia piker anda ingin dengar. Kata-kata pertanyaan ini disusun untuk menunjukkan adanya “jawaban yang benar”, dan mendorong kandidat untuk membuat jawaban seperti itu.
Pertanyaan mengarahkan mendorong kandidat untuk memberikan jawaban yang ia piker anda ingin dengar. Kata-kata pertanyaan ini disusun untuk menunjukkan adanya “jawaban yang benar”, dan mendorong kandidat untuk membuat jawaban seperti itu.
Langkah – langkah Interview Berbasis
Perilaku :
1.Sebelum interview
- Memeriksa (ulang ) seluruh materi
yang berhubungan dengan lamaran pekerjaan tersebut.
- Memeriksa (ulang) definisi
tiap-tiap Dimensi dan Tindakan utama
- Hubungkan pertanyaan-pertanyaan
wawancara dengan pengalaman calon/kandidat.
- Estimasi waktu yang diperlukan
untuk tiap bagian dari pedoman wawancara.
2. Saat Wawancara
Gunakan
pertanyaan tindak-lanjut untuk membangun perilaku yang lengkap dan untuk
merubah perilaku yang palsu menjadi perilaku yang asli.
3. Setelah interview
- Identifikasikan perilaku yang
lengkap diseluruh pedoman wawancara
- Kategorisasikan perilaku sesuai
dengan dimensi masing-masing
- Identifikasikan perilaku tersebut
sebagai yang efektif (+) atau yang tidak efektif (-)
- Berikan nilai masing-masing
perilaku (dari aspek kepentingannya) dengan mempertimbangkan :
a. Kesamaan, seberapa dekat kesamaan
situasi tersebut dengan pekerjaan yang ditargetkan.
b. Dampak , seberapa penting
situasi/hasil tersebut?
c. Kebaruan, Kapan perilaku tersebut
terjadi?
d. Nilailah seluruh dimensi, dengan
mempertimbangkan perilaku yang paling signifikan.
TEKNIK TAMBAHAN
Disamping
Pedoman proses, tiga teknik lain akan membantu anda mengelola wawancara
sehingga anda memperoleh informasi selengkap mungkin dalam waktu yang telah
dialokasikan.
- Petunjuk non-verbal
Petunjuk
nonverbal berguna untuk mendorong kandidat yang pendiam untuk memberikan lebih
banyak informasi dan mendorong kandidat yang terlalu banyak bicara untuk
berbuat sebaliknya.
- Diam
Semua
pertanyaan dalam targeted selection tidak mudah untuk dijawab.Kadang-kadang
menunggu sambil diam selama beberapa detik dapat mendorong kandidat untuk
menjawab. Kandidat seringkali memberi jawaban yang paling bermakna bila ia
diberi sedikit waktu untuk mengingat suatu kejadian.
Banyak
pewawancara sulit sekali untuk diam, ia ingin mengisi kevakuman itu dengan
pertanyaan lain atau mengulang kembali pertanyaan pertama dalam ungkapan yang
lain. Sebaiknya anda tunggu beberapa detik untuk mendapatkan jawaban. Diam
harus digunakan dengan seperlunya, namun jangan digunakan untuk menimbulkan
stress pada diri kandidat. Bila kandidat jelas-jelas tidak dapat menjawab,
lanjutkan ke pertanyaan lain. Catatlah bahwa kandidat ini tidak dapat atau
tidak menjawab, tetapi tunggulah satu atau dua menit sebelum membuat catatan,
karena kandidat dapat mengartikan ketidakmampuan untuk menjawab sebagai suatu
hal negative.
-
Membuat catatan
Membuat
catatan, salah satu bentuk dari komunikasi nonverbal, dapat anda gunakan untuk
mengelola wawancara. Membuat catatan mengatakan kepada kandidat, “ bicaralah
terus. Apa yang anda katakan penting”. Tidak membuat catatan mengirimkan pesan
sebaliknya. Membuat catatan adalah cara yang untuk memberitahu kandidat bila
anda menginginkan dia untuk melanjutkan atau berhenti memberikan informasi.
-
Mengelola Waktu
dalam Wawancara
Langkah
pertama yang baik dalam mengatur setiap wawancara ialah menyusun jadwal waktu
wawancara. Pertama-tama perkirakan waktu yang diperlukan untuk mencakup tiap
segmen wawancara, lalu susun jadwal dengan sasaran waktu untuk tiap segmen. Bawalah
jadwal itu ketika mengadakan wawancara atau tuliskan waktunya dalam pedoman
wawancara anda. Dengan memonitor, jadwal itu dapat memberitahukan anda
bagaimana mengatur laju wawancara, apakah anda perlu memotong sesuatu bidang
sehingga menjadi lebih singkat agar dapat mencakup semua dimensi terpenting
secara mendalam.
2.13. STRES
PEKERJAAN
A. DEFINISI STRES
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang. Pengertian lainnya yaitu pengalaman yang bersifat
internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dn psikis dalam diri
seseorang sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi, atau
orang lain (Szilagyi,1990).
Menurut
Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder
dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers
to a physical or psychological deviation from the normal human state that is
caused by stimuli in the work environment. yang kurang lebih memiliki arti
suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan
tempat individu tersebut berada.
Beehr
dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja
sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau
tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Menurut
Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang,
baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson
dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian
diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang
merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan),
situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik
berlebihan kepada seseorang.
B.
Sifat Dan Stres
Kerja
Banyak orang sekarang ini yang mengalami stress. Dengan kondisi
perekonomian yang makin sulit. Lapangan pekerjaan yang semakin menyempit.
Bertambahnya pengangguran akibat krisis global. Wajarlah jika sekarang banyak
dari kita yang begitu berat memikirkan kehidupan sehari-hari. Tak hanya masalah
ekonomi yang menjadi beban pikiran. Pekerjaan yang menumpuk dan tak kunjung
selesai juga berakibat yang sama. Apalagi saat dalam usia-usia beranjak dewasa.
Pasti akan banyak pikiran-pikiran yang akan membebani sampai-sampai terbawa
saat tidur. Sebagai contoh, maslah dengan pacar, masalah dengan teman di kampus
atau sekolah, masalah dengan dosen atau guru, atau bahkan masalah dengan
orangtua. Ya..semua itu juga bisa menimbulkan stress. Sangatlah tidak nyaman
jika hidup ini dikejar-kejar oleh hal-hal yang menganggu pikiran. Apa bisa
menikmati hidup dengan cara seperti ini??? Dengan stress yang sangat
mengganggu??? Dengan pikiran yang selalu saja tegang dan tak bisa tenang???
Jika stress yang kita alami adalah stress yang baik itu tidak ada masalah.
Nah, masalahnya bagaimana bisa membedakan antara stress baik dan stress jahat??
Secara umum, stress yang baik adalah stress yang dapat memberikan energi
positif dan dapat mengangkat motivasi untuk diri sendiri. Perbedaan ciri-ciri
antara stress baik dan stress jahat adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri stress yang baik:
Ciri-ciri stress yang baik:
1.
Mengahadapi sesuatu dengan penuh
harapan untuk melawan rasa takut dalam diri.
2.
Memiliki jadwal yang sangat padat,
tetapi didalam sela-sela jadwal yang padat itu ada aktivitas yang sangat
diharapkan dan sangat dinikmati.
3.
Memiliki komitmen yang lebih
terhadap apa yang Anda sayangi. Misalnya: pernikahan, menjadi seorang ayah/ibu,
menjadi pekerja, atau menjadi pegawai negeri.
4.
Bekerja dengan tujuan tertentu dan
Anda tahu kecepatan Anda saat bergerak akan berkurang saat tujuan itu tercapai
atau bahkan saat baru akan tercapai.
5.
Merasa tertantang, siap dan
bersemangat untuk menerima dan menyelesaikan tugas yang akan Anda hadapi.
6.
Merasakan kondisi badan yang cukup
lelah namun akhirnya akan menikmati tidur yang lelap dan nyaman
Ciri-ciri stress yang jahat:
1.
Menghadapi segala sesuatu dengan
perasan takut, resah, gelisah dan khawatir.
2.
Memiliki jadwal yang sangat padat,
tetapi tak ada satupun yang dapat Anda nikmati dan mau tidak mau, harus Anda
penuhi kewajiban itu.
3.
Merasa bahwa semua yang Anda lakukan
tidaklah penting, tidak memenuhi seluruh kebutuhan Anda, dan tak sebanding
dengan tenaga, pikiran dan waktu yang Anda curahkan.
4.
Merasa tidak memegang kendali dan
selalu merasa panik seakan-akan tidak ada jalan keluar untuk menyelesaikan
tugas, merasa tidak ada selesainya, dan merasa tidak ada yang membantu
menyelesaikannya.
5.
Merasa lebih baik bekerja daripada
berhenti/istirahat sejenak saat jam kerja.
6.
Memiliki tidur yang tidak lelap,
tidur yang resah, sering sakit maag, sakit punggung dan mempunyai sakit yang
sifatnya menahun.
C. Sumber-Sumber
Stres Pekerjaan
Ada tiga faktor potensial yang bisa menyebabkan stress pekerjaan, yaitu :
1.
Faktor
Lingkungan
Ketidakpastian ekonomis, politik, dan
teknologi cenderung menciptakan stress. Ekonomi yang menurun menjadikan orang
semakin mencemaskan keamanan mereka. Depresi besar dalam dasawarsa 1930-an
serta resesi kecil menaikkan tingkat stress. Inovasi baru dapat membuat
keterampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu pendek.
Komputer, rebotika otomatisasi dan aneka ragam lain dari inovasi teknologis
merupakan ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan mereka stress.
2.
Faktor
Organisasional
Banyak sekali faktor di dalam
organisasi yang dapat menimbulkan stress. Tekanan untuk menghindari kekeliruan
dan menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang
berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Kita telah
mengkategorikan faktor-faktor ini disekitar tuntutan tugas, tuntutan tugas,
tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan
organisasi, dan tingkat hidup organisasi itu.
3.
Faktor
Individual
Riset terbaru dalam tiga organisasi
yang sangat berlainan menemukan bahwa gejala stress yang dilaporkan sebelum
memulai suatu pekerjaan dapat membuat kita paham akan kebanyak varians dalam
gejala stress yang dilaporkan. Ini mendorong para peneliti menyimpulkan bahwa
beberapa orang mempunyai kecenderungan yang inheren untuk menekankan aspek
negatif dari dunia ini secara umum. Jika benar maka suatu faktor individual
penting yang mempengaruhi stress adalah kodrat kecenderungan dasar dari
seseorang. Artinya, gejala stress yang diungkapan pada pekerja itu sebenarnya
mungkin berasal dari dalam kepribadian orang tersebut.
Konsekuensi-Konsekuensi
Stres Pekerjaan
1.
Gejala
Fisiologis
Kebanyak perhatian dini atas stress diarahkan pada gejala fisiologis. Dalam
riset disimpulkan bahwa stress dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme.
Tautan antara stress dan gejala fisiologis tertentu tidaklah jelas. Tapi yang
lebih relevan adalah fakta bahwa gejala fisiologis mempunyai relevansi
langsung.
2.
Gejala
Psikologis
Stress menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang berkaitan dengan pekerjaan
dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berakitan dengan pekerjaan. Itulah efek
psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stress.
3.
Gejala Prilaku
Gejala stress yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam
produktivitas, absensi dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam
kebiasaan makan, meningkatnya meroko dan konsumsi alkohol, serta gangguan
tidur.
Perbedaan-Perbedaan
Individu Dalam Stres
1.
Persepsi.
Pada dasarnya setiap karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka
terhadap realitas dan bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi
dapat memperlunak hubungan antara suatu kondisi stress potensial dan reaksi
seorang karyawan terhadap kondisi itu.
2. Pengalaman
Kerja.
Dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik, pengalaman
juga merupakan pengurang stress yang sangat baik. Orang yang tetap lebih lama
berada dalam organisasi mereka adalah mereka dengan ciri yang lebih tahan
stress atau lebih tahan terhadap karakteristik stress dari organisasi mereka.
Kedua, pada akhirnya orang mengembangkan mekanisme untuk mengatasi stress.
Karena pengembangan ini memakan waktu, anggota senior organisasi lebih besar
kemungkinannya untuk menyesuaikan diri sepenuhnya dan seharusnya mengalami
lebih sedikit stress.
3. Dukungan
Sosial.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menyangga dampak
stress. Logika yang mendasari variabel lunak ini adalah bahwa dukungan sosial
bertindak sebagai suatu pereda, yang mengurangi efek negatif bahkan dari
pekerjaan yang bertegangan tinggi.
Mengatasi Stres Pekrjaan
Penanggulangan stress penting dilakukan karena dapat mempengaruhi
kehidupan, kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi organisasi tidak
saja karena alasan kemanusian tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi
semua aspek dari organisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Sedangkan cara yang paling efektif untuk membantu karyawan yang stress adalah
dengan program konseling, yaitu pembahasan suatu masalah dengan seorang
karyawan agar karyawan tersebut dapat menangani masalah secara lebih baik.
1.
Fungsi-Fungsi
Konseling
Di bawah ini adalah fungsi dari adanya konseling yaitu :
1.
Pemberian
nasihat
2.
Penentram hati
3.
Komunikasi
4.
Pengenduran
ketegangan emosional
5.
Penjernihan
pemikiran
6. Reorientasi
2.
Tipe-Tipe
Konseling
a.
Directive
Couseling
Proses mendengarkan masalah-masalah emosional karyawan, memutuskan dengan
karyawan apa yang harus dilakukan, dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan
hal tersebut.
b.
Non-Directive
Couseling
Proses mendengarkan dan mendorong karyawan untuk menjelaskan
masalah-masalah mereka, memahami dan menentukan penyelesaian yang tepat.
c.
Cooperative
Counseling
Hubungan timbal balik antara pembimbing dan karyawan yang mengembangkan
pertukaran gagasan secara kooperatif untuk membantu pemecahan masalah-masalah
karyawan.
3.
KiatUntuk
Menghindari Stress
Salah satu penyebab utama stress dalam bekerja adalah perasaan seolah tidak
mampu menyelesaikan pekerjaan apapun dan juga tekanan dari pekerjaan itu
sendiri. Ada sejumlah tip praktis untuk menghindari dari stress yang berlebihan.
a)
Luangkan waktu
secara teratur untuk menarik napas dan menghirup udara segar. Selipkan kegiatan
ini disela waktu sibuk anda.
b)
Jangan memulai
pekerjaan, kecuali jika anda dapat menyelesaikannya.
c)
Prioritaskan
kegiatan yang penting dan mendesak. Jangan tanda hal penting sampai ia menjadi
ancaman bagi hidup anda.
d)
Simpan barang
penting dengan rapi, karena terkadang kita membutuhkan waktu lebih dari 30
menit untuk menemukan suatu barang.
e)
Manfaatkan
waktu makan siang untuk menghirup udara segar, dan cobalah untuk keluar ruangan
atau kantor barang sejenak.
f)
Rawat ruang
kerja. Ruangan yang tidak teratur dan jorok dapat membuat pikiran semakin
suntuk.
g)
Cukup tidur.
Stress dan isomania ternyata mempunyai keterkaitan yang erat. Cobalah bersantai
disetiap akhir aktivitas.
h)
Hindari hal
yang membuat anda tertekan. Buatlah sebisa mungkin anda menikmati hidup dan
pekerjaan anda sehingga anda tidak akan merasa terbebani oleh apapun.
2.14 . KARIR DALAM ORGANISASI
A. Definisi Karir
Para
pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep yang tidak
statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir sebagai “perjalanan
pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini dimulai sejak ia
diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi
dalam organisasi tersebut.
Haneman
et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang pegawai dimulai pada
saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan karir ini mungkin
akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau mungkin berlanjut
sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di
satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan serentetan pekerjaan yang
tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia”.
Konsep
karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau negatif).
Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir
yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan
memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan cepat. Karir dapat
diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir dapat pula
diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal.
Apapun
artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut
Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting daripada
pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika
merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela
bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek
cerah dalam karirnya.
Sebaliknya,
bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan
membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker
(1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan
yang sangat memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu,
penanganan karir yang baik oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi
yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena
itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga
merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan
lainnya.
Karir
(career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang dilakukan
seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang adalah sampai usia
berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda ingin menjadi long
life employee atau Anda merencanakan membuka usaha sendiri pada usia tertentu?
Karir dapat terbagi dalam 4
tipe (Driver, 1982) :
1. Steady State:
Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu.
Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi, sebagai programmer saja.
2. Linear : Adanya
peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini Anda bekerja
sebagai programmer, kemudian meningkat menjadi System Analyst.
3. Spiral : Tetap
menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian beralih bidang
pekerjaan, dimana tetap menggunakan keterampilan dan pengalaman yang sudah ada.
Misalnya setelah bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka
usaha pribadi ”software house”, dengan memanfaatkan skill dan pengalaman Anda
sebelumnya.
4. Transitory:
Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat, dimana keinginan untuk
menggeluti aneka ragam profesi menjadi tujuan utamanya. Misalnya setelah
bekerja sebagai programmer, Anda ingin beralih menjadi web designer, kemudian
Anda memutuskan untuk menjadi instruktur dan sebagainya.
B.Kriteria
yang Menentukan Efektivitas Karir
Kinerja
Gaji
dan posisi adalah indikator yang lebih populer dari kinerja karir. Jelasnya,
semakin cepat gaji seseorang meningkat, dan semakin tinggi kedudukannya, maka
semakin tinggi pula kinerja karirnya. Derajat pertumbuhan gaji dan posisi
tercermin dalam seberapa banyak tindakan pekerja yang memberikan kontribusi
demi pencapaian kinerja organisasi
Sikap
Konsep
sikap karir (career attitudes) mengacu pada cara orang – orang memandang dan
mengevaluasi karir mereka. Orang – orang yang memiliki sikap karir yang positif
juga akan memiliki persepsi dan evaluasi yang positif tentang karir mereka.
Sikap positif memiliki implikasi penting terhadap organisasi, karena orang –
orang yang memiliki sikap positif lebih memiliki komitmen karir dan
keterlibatan jabatan yang tinggi.
Kemampuan adaptasi
Sedikit
sekali profesi yang bersifat stagnan dan tidak mengalami perubahan. Perubahan
itu sendiri membutuhkan pengetahuan dan keahlian baru untuk mempraktikkannya.
Orang – orang yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan itu dan tidak dapat
mempraktikkannya dalam karir mereka akan segera mengalami kesulitan dan
kehilangan pekerjaan.
Identitas
Identitas karir (career identity)
mencakup dua unsur penting. Pertama, wawasan yang menyebabkan orang – orang
memiliki kesadaran yang jelas dan konsisten terhadap minat, nilai – nilai, dan
harapan mereka untuk masa yang akan datang. Kedua, wawasan yang menyebabkan
orang – orang memandang kehidupan mereka tetap konsisten sepanjang waktu,
wawasan yang menyebabkan mereka melihat diri mereka sendiri sebagai
perpanjangan dari masa lalu mereka. Ide yang terwujud dalam konsep ini adalah,
“ingin jadi itu ?” orang – orang yang mampu menjawab pertanyaan ini secara
memuaskan biasanya memiliki karir yang efektif, dan mampu memberikan konribusi
kepada organisasi yang mempekerjakan mereka.
C. Tahap Karir
Menurut James L. Gibson (1996; 320),
tahap – tahap karir terbagi menjadi :
Pembentukan karir
Orang
– orang memberikan perhatian lebih pada kebutuhan akan keamanan kerja. Selama
masa pembentukan, mereka membutuhkan dan mencari dukungan dari orang lain,
terutama manajer mereka. Penting bagi para manajer untuk menyadari kebutuhan
ini dan menanggapinya dengan melakukan pembinaan.
Pengembangan karir
Para
manajer menunjukkan perhatian yang lebih kecil terhadap kebutuhan akan rasa
aman, dan lebih memperhatikan masalah prestasi, aktualisasi diri, dan otonomi.
Promosi dan kemajuan untuk meraih jabatan yang lebih tinggi, sebagaimana
peluang untuk menguji pendapat dengan bebas, merupakan karakteristik tahap
ini.
Pemeliharaan karir
Tahap
pemeliharaan karir ditandai dengan upaya menjaga stabilitas penghasilan yang
diperoleh sebelumnya. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan terpenting pada
tahap ini. Banyak orang yang mengalami krisis karir madya selama fase
pemeliharaan. Sebgian orang tidak dapat mencapai kepuasan dari pekerjaannya
dan, sebagai konsekuensinya, menjadi kurang berprestasi. Mereka lalu kehilangan
dukungan dari para manajer, sehingga kondisi kesehatan dan masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan mereka semakin buruk.
Para
manajer yang berada dalam pemeliharaan diharapkan dapat membina pekerja yang
ada di tahap awal. Mereka juga didorong untuk memperluas minat mereka dan lebih
banyak berhubungan dengan orang – orang di luar organisasi. Jadi, pusat
kegiatan para manajer dalam tahap ini adalah menjalani pelatihan dan interaksi
denan pihak lain. Mereka menilai prestasi kerja orang lain yaitu karakteristik
dalam tahap ini yang mampu memunculkan tekanan psikologis. Seseorang yang tidak
mampu tuntutan baru dan berbeda ini, bisa jadi akan kembali ke tahap
sebelumnya. Sedangkan yang lain mungkin merasa puas dengan melihat beberapa
rekan kerja mereka terus bergerak untuk meraih jabatan yang lebih baik. Mereka
akan tetap berada dalam fase pemeliharaan sampai pensiun.
Di samping program pembinaan, manajer tahap pemeliharaan
dapat memperkaya pengembangan karirnya dengan membangun hubungan sepergaulan
(peer relationship). Hubungan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
information peer (saling berbagi informasi), collegial peer (saling memeberikan
bantuan dalam mengerjakan tugas – tugas, persahabatan), dan special peer
(saling memberikan dukungan emosional, konfirmasi.
Penarikan diri dari karir
Fase
penarikan diri menindaklanjuti fase pemeliharaan. Dalam hal ini seseorang bisa
menuntaskan sebuah karir atau pindah ke karir yang lain. Seseorang yang tidak
melakukan perpindahan karir dalam tahap ini, akan mengalami proses aktualisasi
diri melalui kegiatan yang tidak mungkin dapat dilakukan ketika dia masih aktif
bekerja.
Menurut Hall and Morgan ( 1977),
ada Empat Tahapan Karir yang biasa dilalui seorang
pegawai yaitu :
• tahap coba- coba,
• tahap kemapanan,
• tahap pertengahan,
• tahap lanjut.
Menurut Male Emporium, tahap karir
terbagi menjadi :
1. Tahap Membangun Identitas
Setelah
menyelesaikan studinya, seseorang mulai memasuki tahap pencarian jati diri.
Biasanya usianya di bawah tiga puluh tahun. Mereka mencoba menemukan apa
kira-kira pekerjaan yang terbaik bagi dirinya. Untuk menjawab pertanyaan ini,
mereka kadang-kadang suka berpindah-pindah karier dan pekerjaan. Mereka juga
sering meminta pendapat dari banyak orang seputar karier dan pekerjaan.
Sebagian besar orang pada tahap ini belum menyadari nilai-nilai, kekuatan serta
kelemahan yang dimiliki.
Seseorang
yang masih berada pada tahap ini biasanya memiliki motivasi untuk memperoleh
keahlian-keahlian mendasar yang diperlukan dalam pekerjaan, serta memahami
struktur, fungsi, dan budaya organisasi. Mereka juga mulai membangun hubungan
dan network dengan rekan-rekan kerja yang ada, serta menelusuri dinamika
profesional. Namun jika seseorang menjalani fase ini dengan kerangka berpikir
yang positif, mereka dapat mempelajari dan menelusuri berbagai kemungkinan yang
sebelumnya mungkin tidak terpikirkan.
Pada
sekitar awal sampai pertengahan 30-an, mereka membangun identitas professional
serta mulai diterima sebagai bagian dari kelompok profesional tersebut. Fase
ini ditandai dengan sikap penuh semangat (excitement) , di mana seseorang
merasa bangga karena dapat melakukan pekerjaan yang bermanfaat bagi kemajuan
organisasi. Keahlian baru terus dipelajari dan diperoleh, lalu seseorang mulai
menetapkan tujuan dan membangun mindset yang bersifat success-oriented . Namun
hendaknya seseorang jangan cepat berpuas diri, karena sebetulnya masih banyak
hal yang bisa dicapai.
2. Tahap Mencari Tanggung Jawab
Pada
masa usia sekitar pertengahan 30-an sampai dengan umur 40-an, mereka telah
mulai merasa menemukan jati dirinya. Mereka ingin menerima tanggung-jawab yang
lebih besar untuk mengatur orang lain dalam organisasi. Dengan kata lain,
banyak dari mereka yang mencari posisi sebagai pemimpin, serta tidak jarang
telah memiliki reputasi dalam dunia bisnis, balk pada tingkat lokal, nasional,
bahkan global.
Mereka
mulai memahami bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh kerja individu,
namun juga perlu adanya peran saling ketergantungan, serta menyelesaikan
pekerjaan mereka melalui usaha-usaha yang dilakukan orang lain. Network yang
dimiliki pun semakin meluas dan mereka semakin mendapatkan penghormatan dari
para anggota organisasi yang lain.
3. Tahap Inovasi &
Pengambilan Resiko
Pada
usia 40-an seseorang telah merasa nyaman dengan karier yang dijalani, dengan
pemahaman yang semakin mendalam mengenai industri yang digeluti. Seseorang
tetap ingin menjaga komitmen dengan karier yang dijalaninya pada tahap ini dan
pada saat yang sama berusaha secara terus-menerus meng-update pengetahuan dan
keahlian yang dimiliki sesuai dengan standar industri, sehingga mereka memiliki
keahlian yang semakin beragam.
Suatu
aktivitas yang tidak akan dan tidak boleh berhenti sampai kapanpun. Seseorang
pada tahap ini termotivasi untuk terlibat dalam perencanaan strategis, inovasi,
dan pengambilan resiko bagi kepentingan organisasi. Mereka memiliki kemampuan
untuk menggunakan pengaruhnya, baik internal maupun eksternal dalam proses
pengambilan keputusan.
4. Tahap Persiapan Pensiun
Setelah
tahap ini dilewati mereka mulai merasakan ketidaknyamanan menjelang memasuki
masa pensiun akibat ketidakpastian mengenai apa yang akan dilakukan setelah
pensiun. Pensiun berarti seseorang akan kehilangan berbagai fasilitas-fasilitas
dan reputasi yang selama ini ia nikmati. Oleh karenanya, mereka perlu melakukan
persiapan yang matang, baik secara finansial maupun secara mental, karena
tahapan ini adalah tahapan yang mau tidak mau harus dialami, berbeda dengan
tahapan-tahapan lainnya.
Menurut Robert L. Mathis, tahap
karir terbagi menjadi :
Tahap Pertumbuhan. Tahap ini
berlangsung kurang lebih dari saat lahir hingga seseorang berumur 14 tahun dan
merupakan periode di mana seseorang mengembangkan suatu citra pribadi dengan
mengidentifikasikan dirinya dan berinteraksi dengan orang lain seperti
keluarga, kawan, dan guru. Pada awal periode ini, permainan peranan adalah
penting, dan anak-anak menerapkan peranan yang berbeda-beda. Hal ini membantu
mereka untuk membentuk impresi tentang bagaimana reaksi orang lain terhadap
prilaku yang berbeda-beda dan memberi kontribusi pada upaya mereka
mengembangkan citra pribadi atau identitas tersendiri. Pada saat mulai
berakhirnya periode ini, si remaja mulai berfikir realistik tentang alternatif
keahlian.
Tahap
Eksplorasi. Dalam periode ini kurang lebih berlangsung pada saat seseorang
berusia 15 hingga 24 tahun, seseornag berusaha menggali berbagai alternatif
keahlian secara serius, dengan upaya membanding-bandingkan alternatif tersebut
dengan hal-hal yang telah dipelajarinya tentang alternatif tersebut dan tentang
minat dan kemampuannya sendiri di sekolah, aktivitas waktu senggang, gan hobi.
Biasanya, pada saat-saat awal periode ini terbentu beberapa pilihan keahlian
tentatif yang luas. Pilihan ini kemudian disempurnakan pada saat seseorang
mempelajari lebih banyak tentang pilihan itu dan tentang dirinya sendiri sampai
pada saat akan berakhirnya tahap ini., ditetapkannya kemungkinan pilihan yang
sesuai dan orang yang bersangkutan mencoba suatu pekerjaan awal. Barangkali
tugas yang paling penting yang dimiliki seseorang dalam tahap ini dan tahap
selanjutnya adalah mengembangkan pemahaman yang realistik tentang kemampuan dan
bakatnya. Demikian juga halnya, seseorang harus mampu menemukan dan
mengembangkan nilai-nilai positif, dan ambisinya serta mengambil keputusan yang
baik berdasarkan atas sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai alternatif
keahlian.
Tahap Pemantapan. Tahap ini
berlangsung sejak seseorang berusia 24 hingga 44 tahun. Tahap ini merupakan
inti kehidupan kerja setiap orang pada umumnya. Tahap pemantapan ini terdiri
dari tiga subtahap. – Subtahap percobaan berlangsung sejak seseorang berusia 25
hingga 30 tahun. Selama periode ini orang yang bersangkutan menentukan apakah
bidang yang dipilih cocok atau tidak, apabila tidak mungkin diupayakan beberapa
perubahan. – Subtahap Stabilisasi yang berlangsung pada usia 30 – 40 tahun.
Pada tahap ini tujuan pekerjaan perusahaan ditetapkan dan orang yang
bersangkutan merencanakan karir secara lebih eksplisit untuk menentukan urutan
promosi, perubahan pekerjaan, dan/atau aktivitas pendidikan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Akhirnya pada usia 40 – 44 tahun orang tersebut
mengalami masa subtahap krisis karir pertengahan. Dalam subtahap ini orang
sering melakukan penilaian kembali kemajuan mereka dalam hubungannya dengan
ambisi dan tujuan semula. Mereka mungkin merasa bahwa mereka tidak akan dapat
mencapai cita-cita, atau setelah melakukan hal-hal yang direncanakan, hasil
yang dicapai tidak sebagaimana yang diharapkan. Orang-orang harus memutuskan
sejauh mana kadar penting pekerjaan dan karir mereka seharusnya dalam
kehidupan. Sering dalam subtahap krisis karir pertengahan ini, untuk pertama
kalinya menghadapi kesukaran untuk memutuskan hal-hal yang sesungguhnya
diinginkan, hal-hal yang dapat dicapai, dan seberapa banyak yang harus
dikorbankan untuk mencapai hal itu. Biasanya dalam subtahap ini sebagian orang
untuk mempertama kali menyadari bahwa mereka memiliki jenjang karir, misalnya
perhatian pokok pada rasa aman, atau pada kemandirian dan kebebasan di mana
mereka tidak akan menyerah untuk mencapainya apabila pilihan harus dilakukan.
Tahap Pemeliharaan. Antara usia
sekitar 45 – 65, banyak orang yang hanya sekedar menyelip dari subtahap
stabilisasi de dalam tahap pemeliharaan. Dalam tahap ini seseorang telah
menciptakan suatu tempat dalam dunia kerja dan semua upaya umumnya sekarang
diarahkan untuk mengamankan tempat tersebut.
Tahap Kemunduran. Pada saat usia
pensiun mendekat, sering terdapat suatu periode perlambatan di mana banyak
orang menghadapi prospek untuk harus menerima keadaan menurunnya level
kekuasaan dan tanggung jawab dan pada saat seperti ini mereka harus belajar
menerima dan mengembangkan peranan baru sebagai mentor dan orang kepercayaan
bagi mereka yang lebih muda. Selanjutnya orang memasuki masa pensiun yang tidak
dapat dihindari, setelah orang menghadapi prospek menemukan alternatif
penggunaan waktu dan upaya yang diadakan sebelumnya atas pekerjaan.
D.
Jalur Karir
Jalur
karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work Sequence) yang harus
dilalui pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir. Tersirat di sini, jalur
karir selalu bersifat formal, dan ditentukan oleh organisasi (bukan oleh
pegawai). Jalur karir selalu bersifat ideal dan normatif. Artinya dengan asumsi
setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama dengan pegawai lain, maka setiap
pegawai mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan karir
tertentu.
Meskipun
demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal seperti ini. Ada pegawai
yang bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai karir buruk meskipun
prestasi kerja yang ditunjukkannya bagus.Dalam organisasi yang baik dan
mapan, jalur karir pegawai selalu jelas dan eksplisit, baik titik-titik
karir yang dilalui maupun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan
karir tertentu.
Jalur
karir adalah pola pekerjaan berurutan yang membentuk karir seseorang. Jalur
karier adalah garis kemajuan yang fleksibel yang secara khusus digunakan oleh
karyawan untuk melakukan perpindahan jabatan selama bekerja dengan suatu perusahaan.
Jalur
karier memiliki suatu fokus secara historis pada mobilitas ke atas di dalam
suatu pekerjaan tertentu. Terdapat empat jalur karier yang biasa digunakan oleh
organisasi, yaitu :
1.
Jalur karier tradisional adalah suatu tipe
jalur karier di mana karyawan mengalami kemajuan secara vertikal ke atas di
dalam suatu organisasi dan suatu jabatan tertentu ke jabatan berikutnya.
2.
Jalur karier
jaringan adalah jalur karier yang meliputi urutan urutan (sekuensi) jabatan
secara vertikal dan horizontal. Jalur karier ini mengakui adanya saling
pertukaran pengalaman pada level tertentu dan kebutuhan pengalaman yang luas
pada suatu level sebelum promosi ke level yang lebih tinggi.
3.
Jalur karier lateral adalah jalur karier yang
memungkinkan seseorang memperoleh revitalisasi dan menemukan tantangan baru
pada jenjang posisi yang sama karena jumlah jabatan yang akan ditempati sangat
terbatas. Dalam hal ini tidak ada promosi dan kenaikan upah, namun nilai
seseorang menjadi lebih tinggi dengan ditempatkannya pada posisi yang lebih
menantang.
4.
Jalur karier
rangkap adalah jalur karir ganda yang diberikan kepada seseorang karena
pengetahuan teknisnya sebagai penghargaan kepadanya. Hal ini biasanya terjadi
pada perusahaan berteknologi tinggi dan karyawan tersebut tidak masuk dalam
jajaran manajemen struktural.
Menurut James L. Gibson, jalur
karir ini ada beberapa macam, di antaranya :
Puncak datar (plateau)
Puncak
datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian seseorang. Dewasa ini, para
pekerja mencapai puncak datarnya lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan
dilema yang menimbulkan rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa
bahwa karir mereka telah berakhir. Selain itu, banyak yang mengalami perasaan
kegagalan pribadi.
Jalur karir berliku
Sebagian
pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir berliku, mereka
meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak ke atas dengan berpindah –
pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu
industri ke industri lain.
Para
pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat melakukan mutasi lateral
guna memperluas keahlian manajerial mereka dan untuk mengatasi tantangan –
tantangan baru. Kadang – kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke
ata yang baru. Beberapa pekerja menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih
para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian mereka. Sementara yang lain
lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka dengan melanjutkan studi yang lebih
tinggi dan selanjutnya mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin banyak
perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir dengan tujuan
meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang sekarang, selain terus
berupaya menyesuaikan aspek – aspek dalam jabatan dengan kegemaran dan bakat
manajer dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar
Jalur karir rangkap
Perusahaan
juga mengakui adanya jalur karir rangkap (dual career path), suatu konsep yang
mulai dikenal pada pertengahan tahun 1970-an. Jalur karir rangkap dirancang
untuk memberikan peluang bagi para profesional nonmanajerial untuk mencapai
jenjang karir yang lebih tinggi, dan memberikan penghargaan serta prestise yang
sama sebagaimana mitra kerja manajerial mereka, sementara meeka tetap bekerja
di bidang profesional mereka. Jalur karir rangkap diharapkan dapat memeprtahankan
para profesional berbakat yang merasa kecewa karena kurangnya peluang kemajuan
dalam organisasi, kecuali jika mereka masuk ke dalam manajemen (sesuatu yang
tidak mereka inginkan).
Jalur Ibu
Jalur
ibu memberi manfaat yang mendasar bagi organisasi, para manajer, dan
profesional. Jalur ibu memungkinkan perusahaan mempertahankan banyak wanita
‘karir dan keluarga’ yang berbakat, yang akan meninggalkan pekerjaannya karena
tuntutan keluarga bila kebutuhannya tidak terpenuhi. Organisasi yang fleksibel
akan dapat mempertahankan kontribusi para pekerja wanita untuk jangka panjang
dan mencegah lenyapnya sejumlah investasi dalam latihan dan pengembangan jika
mereka dikeluarkan.
Bagi
kaum wanita, jalur ibu memberi peluang untuk mencurahkan waktu bagi keluarga
dan melanjutkan karir mereka. Jalur ibu juga memberi kesempatan bagi lebih
banyak wanita untuk memiliki anak, sebuah pilihan yang tidak bisa diambil para
eksekutif wanita karena akan mengganggu karir mereka.
E.
Perencanaan Karir dalam Manajemen
Perencanaan
karir adalah salah satu fungsi manajemen karir. Perencanaan karir adalah
perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh
organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang
harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu
digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak
yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan
karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.
Perencanaan karir merupakan kegiatan
atau usaha untuk mengatakan perjalanan karir pegawai serta mengidentifikasi
hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir tertentu.
A. Perencanaan Karir di Tingkat
Organisasi
Perencanaan
karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengadakan atau mengidentifikasi
hal-hal berikut :
a. Profil Kebutuhan Pegawai
Semua
organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas
pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan,
direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus
dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali diperlukan. Pemetaan itu
sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi (catatan kuantitas pegawai) dan
pemetaan normatif (kualitatif).Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai
adalah gambaran (kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Pemetaan
kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan
tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain
adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit
ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan pegawai yang ada,
memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban kerja sampai ambang
batas tertentu, dan sebagainya.
b. Deskripsi Jabatan
Selain
membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi
jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup rumit. Namun pada
prinsipnya, sebuah organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis
pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk mengerjakannya
(job requirement).
c. Peta Jalur Karir
Peta
jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama jabatan (Job title)
beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain.
Alur-alur ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari satu jabatan ke
jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan
mengerti masa depan karirnya sendiri.
d.
Mekanisme
Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai
berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu, kinerja pegawai harus
dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme penilaian yang
jelas.
e.
Perencanaan Karir Individual Pegawai
Bagi
pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting
bila tidak ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai tersebut. Karena itu,
perencenaan karir ditingkat organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi
perencanaan karir ditingkat individu pegawai. Telah dijelaskan bahwa perjalanan
karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk kesebuah organisasi, dan berakhir
ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi siapapun
yang bekerja diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah
sampai ke tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada
dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui
sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa depan, serta
menentukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat
dicapai secara efektif-efisien.
Lima Syarat Utama Perencanaan
Karir Pegawai
1. Dialog
Urusan
karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan
pegawai. Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai
prospek mereka sendiri. Ini kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti
Indonesia, karir jarang didialogkan denga pegawai. Pegawai sering kali merasa
malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut
dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu
dibicarakan. Meskipun demikian dialog tentang karir ini harus
diusahakan terjadi antara organisasi (misalnya diwakili seorang pimpinan)
dengan pegawai. Melalui dialog inilah diharapkan timbul saling pengertian
antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa depan si pegawai.
2. Bimbingan
Tidak
semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu,
organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap
pegawai. Melalui bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami
berbagai informasi tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk
mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka
panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut, serta usaha-usaha
apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai secara
efisien.
3. Keterlibatan Individual
Dalam
rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap
sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan
semena- mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka. Setiap individu
pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir. Mereka harus
diberi kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam proses tersebut. Jika
tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari
sisi kepentingan organisasi belaka.
4. Umpan Balik
Sebenarnya,
proses pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal
ini ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mengetahui setiap
keputusan yang berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak
tahu mengapa mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam
waktu yang cukup lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai
berhak bertanya. Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
5. Mekanisme Perencanaan Karir
Yang
maksud di sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses
perencanaan karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya. Dalam mekanisme
perencanaan karir ini harus diusahakan agar empat hal di atas (dialog,
bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik) dapat terwadahi. Di
samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur yang
lebih rinci, formal, dan tertulis.
Mekanisme Perencanaan Karir Pegawai
Ada beberapa tahap yang perlu kita
lakukan dalam proses perencanaan karir pegawai.
1. Analisis Kebutuhan Karir
Individu
Analisis
kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses
mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang
pegawai, agar dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat
direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada
dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu
atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja
sama sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai dapat diidentifikasi
sebaik- baiknya Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan
karir pegawai yaitu career by objective (CBO) dan analisis peran kompotensi.
a)
Career By Objective
Melalui
cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab beberapa
pertanyaan
tentang dirinya sendiri, yaitu :
•
Dimana saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai
mengingat kembali apa saja yang pernah dicapainya di masalalu, dan kegagalan
apa saja yang pernah dialaminya. Dengan kata lain,pertanyaan ini menggiring si
pegawai untuk mengkaji kembaliperjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta
memberi tanda pada bagian bagian
terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses, dimana pula ia gagal.
• Siapa saya ? Pertanyaan ini
dimaksudkan untuk membantu pegawai
menemukan jati dirinya. Pegawai
dibimbing untuk menjenguk isi
jiwanya sendiri dan menjawab:
• Apa kelebihan dan kekurangan
saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya
punya bakat menjadi pemimpin ?
Apakah saya pemberani ? Penakut ?
Jujur ? dan seterusnya.
• Apa yang sebenarnya ingin
saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk
membantu pegawai memformulasikan
cita-citanya sendiri secara
realistis. Ia dibantu untuk
menjawab: Apakah dengan kemampuan yang
saya miliki ini, saya tanpa sadar
mendambakan sesuatu yang terlalu
muluk ? Apakah justru cita- cita
saya terlalu rendah ? Pesimis ? Kurang
ambisius ?
• Pekerjaan apakah yang paling
cocok bagi saya? Pertanyaan ini
mendorong pegawai untuk berpikir
lebih realistis dan praktis. Ia dituntut
untuk memilih. Ia dituntut untuk
menentukan nasibnya sendiri. Apakah
saya cocok bekerja dilapangan yang
membutuhkan keterampila
keterampilan teknis? Apakah saya
cukup punya bakat dan kemauan
untuk bekerja “ dibelakang
meja”, untuk memikirkan hal- hal yang
teoritis dan
konseptual ?
• Jabatan apa yang paling
cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah
menjurus ke jabatan-jabatan yang ada
didalam organisasi tempat si
pegawai bekerja. Cocokkah saya staf
marketing ? Atau saya justru lebih
cocok bekerja sebagai staf keuangan
dan sebagainya.
b) Analisis Peran – Kompetensi
Yang
dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah analisis untuk
mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk seorang pegawai,
kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh si pegawai dan
kompetensi mana yang belum dikuasi.Melalui analisis peran-kompensasi ini,
pegawai digiring untuk melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara
jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi
mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang
ada.
2. Pemetaan Karir Individu
Jika
analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan
telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika
hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya
sudah dapat dibuat.Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk
menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat
kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.
3. Penilaian Kinerja Individu
Pemetaan
karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu
di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris
(nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang
menunjang jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta keriernya.Penilaian
kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk mencari bukti-bukti nyata
tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti nyata yang
didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan
pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan
bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.
4. Identifikasi Usaha Untuk
Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan
bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si
pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal
ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana
yang paling benar.Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya
sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya
sendiri ? Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan
mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak
tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat
atau lambat akan menimbulkan masalah bagi semua pihak.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Perilaku Organisasi adalah
suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan
tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja
individual, kelompok,Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai
baik secara kuantitas maupun kualitas.
Motivasi
adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi.
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu
sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta
perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan
tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan
penyampaian pesan atau informasi
tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
Kelompok Kerja adalah kelompok yang terutama berinteraksi
untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota
dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan Berbagi info, Tanggung Jawab.
Individual, Keterampilan Beragam/acak.
3.2
SARAN
Makalah ini bermaksud untuk setiap individu atau mahasiwa
selalu berprilaku organisasi untuk mencapai tujuan bersama secara cepat, tepat
dan efisien. Adapun saran yang yang lain semoga makalah ini berguna bagi
individu atau kelompok dalam kehidupan berorganisasi dan segala krtik dan saran
tentang makalah ini kami terima dengan lapang dada.
DAFTAR PUSTAKA
Deborah Tannen, 1996, Seni
komunikasi Efektif: membangun relasi dengan membina gaya percakapan, (alih
bahasa dra. Amitya Komara), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muchlas, M. 2005. Prilaku Organisasi. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press
Marnis. 2011. Pengantar Manajemen. Pekanbaru : PT
Arjuna Riau Grafindo
Gitosudarno, Indriyo & Nyoman Sudita. 1997. Prilaku
Keorganisasian, BPFE, Yogyakarta
Joseph A. Devito,1997, Komunikasi
antar manusia (edisi kelima), Profesional Books, Jakarta.
Larry King, Bill Gilbert, 2002,
Seni Berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja (editor Tanti
Lesmana), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Prof. Dr. Astrid S.
Susanto-Sunarto, 1995, Globalisasi dan komunikasi, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.