SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA/KOYA MEII

Rabu, 29 Mei 2013

Fakta-fakta Menarik Dortmund dan Bayern

- Pelatih Dortmund, Juergen Klopp, sudah 20 kali bertemu Bayern Muenchen sebagai pelatih di Bundesliga. Klopp yang pernah menangani FSV Mainz 05 dan Dortmund memiliki rekor pertemuan lima kali menang, empat imbang, dan 11 kalah saat bersua Bayern.
- Saat melatih Real Madrid, Jupp Heynckes pernah mengalahkan Dortmund di babak semifinal Liga Champions 1997-98 dengan agregat 2-0. Sementara saat membesut klub-klub di Jerman, Heynckes memiliki rekor pertemuan 20 kali menang, 13 imbang, dan 11 kalah ketika bertemu Dortmund.
- Heynckes memenangi seluruh tiga pertemuan melawan klub sesama Jerman saat masih bermain untuk Borussia Moenchengladbach. Ia pernah mencetak tiga gol saat Gladbach menang 7-1 pada perempat final Piala UEFA 1972-73 saat melawan Kaiserslautern.
- Direktur Olahraga Bayern, Matthias Sammer, pernah memenangi Liga Champions bersama Dortmund pada 1997. Sebagai pelatih, Sammer membawa Dortmund juara Bundesliga 2002 dan melaju ke final Piala UEFA pada tahun yang sama.
- Mario Goetze akan bergabung ke Bayern Muenchen mulai 1 Juli 2013. Sementara itu, bek Mats Hummels merupakan produk asli didikan Bayern, sebelum pindah ke Dortmund pada musim 2009.
- Dua pemain Dortmund, Sven Bender dan Moritz Leitner, mengawali karier sepak bola di klub asal Muenchen, TSV 1860 Muenchen.

Papua Di Era Periode Yang Hilang………. Bagian II


Kepalaku hampir botak, kalo memikirkan negeri ini. Persoalan di Papua seperti tak kunjung selesai. Papua dengan sumber daya alamnya merupakan potensi besar yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini. Namun, bagi saya ada beberapa factor yang menyebabkan Papua selalu miskin. Pertama, terminologi kemiskinan ala Gubernur Barnabas Suebu, SH yang terkenal dengan konsep pencangkokan ala Meksiko, maklum sebelum menjabat sebagai Gubernur Papua periode 2006-2011 dia pernah menjabat sebagai duta besar Indonesia di Meksiko. Dengan Sistem pemerintahan ala Meksiko-lah masyarakat Papua makin ditipu hak-hak atas
kekayaan tanah mereka ditukar kedalam bentuk bantuan. Seperti diketahui, ada sebuah wilayah di Meksiko, di pojok pegunungan tenggara ada serangkaian perlawanan sengit, begitu sengit, terhadap neoliberalisme yang dilancarkan bukan oleh sebuah organ perlawanan ideologis yang revolusioner, atau suatu mahzab intelektual kritis-radikal, juga bukan oleh suatu jaringan aktivisme internasional garis keras. Melainkan oleh sebuah gerakan adat orang-orang Indian. Gerakan adat Indian atau Zapatista merupakan gerakan perlawanan masyarakat adat yang berjuang menuntut pengakuan atas hak-hak mereka sama seperti di Papua ketika mendapatkan otsus sehingga mengalirnya uang yang banyak. Kalau di Papua kami kenal dengan sebutan dana RESPEK. Melalui bantuan 100 juta/kampung ini rakyat Papua seperti ditipu, Barnabas Suebu bagi saya bertingkah layaknya “ SANTAKLAUS ” dengan dibantu pimpinan SKPD yang bertingkah ala SUARTAPIT. Alokasi dana otonomi khusus di Papua setiap tahunnya mencapai 20 trilyun dan jumlahnya terus bertambah tipa tahun-nya, inipun belum ditambah DAK, DAU maupun dana perimbangan lainnya. Sedangkan meksiko ala Bas, programnya dilakukan dengan mengalokasikan 100 juta per kampong memakai dana otsus. Menyangkut dana respek, kenyataanya APBK senilai 100 juta hanya dinikmati segelintir aparat kampung maupun distrik, ini terbukti hampir setiap minggu Bar-Bar yang tersebar dikota Jayapura disesaki pengunjung yang notabane adalah aparat kampung maupun distrik. Tak heran banyak aparat kampung tertular HIV/AIDS. Selain masalah HIV/AIDS, melalui Respek inilah terjadi pengglembungan jumlah kampung maupun distrik. contoh kasus seperti Kabupaten Yahukimo, di kabupaten inilah mulai bermunculan distrik/kampung siluman yang lebih mengherankan lagi kampung yang tidak ada penduduknya bisa mendapatkan dana 100 juta tiap tahun-nya. Dana Respek Kalo dikalikan mungkin sekitar 600-800 Milyar tiap tahun-nya plus anggaran turun kampung(TURKAM) Gubernur, sisanya diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur. Program Respek itu sudah kita ketahui bersama yaitu tidak lebih dari pada memberikan ikan kepada rakyat untuk dimakan habis bukannya memberikan alat pancing kepada rakyat untuk menangkap ikan. Program respek itu telah menciptakan sikap ketergantungan rakyat kepada Barnabas Suebu dengan cara membagi-bagikan uang minimal Rp100 juta per kampung tanpa terlebih dahulu melakukan persiapan untuk penerima dan mengelola uang tersebut melakukan pendampingan yang terus-menerus secara baik dan benar. sampai saat ini Barnabas Suebu banyak membicarakan soal dana Respek (rencana strategis pembangunan kampung) yang hanya digembor-gemborkan, padahal, jika dibandingkan dengan dana otsus ternyata belanja birokrasinya lebih besar daripada respek itu sendiri. Sesungguhnya respek itu hanyalah uang kecil dari dana otsus yang diberikan pemerintah pusat ke Papua, dengan nilai ratusan juta rupiah dan membuat masyarakat di kampung ribut. Ada kekhawatiran lain yaitu setelah gaya ala meksiko terus diterapkan, maka gubernur yang baru akan “pusing” menghadapi rakyat di kampung-kampung yang akan berbondong-bondong datang meminta uang pemberdayaan kampung lantaran mereka sudah terbiasa selama lima tahun dibagi-bagikan uang minimal Rp100 juta per kampung. Gubernur Suebu meninggalkan bom waktu untuk rakyatnya sendiri.” Otsus tidak membuat rakyat Papua sejahtera lalu minta merdeka “. Berdasarkan pengalaman dana Rp100 juta untuk rakyat di kampung hanya habis dipakai untuk biaya angkut pesawat terbang sekali jalan. Sementara menyangkut infrastruktur disinlah letak masalahnya, hampir 99 persen korupsi terjadi disini. Sejak tahun 2006-2010, Papua masih bergelut dengan sejumlah proyek fiktif, seperti pembangunan jembatan-jalan, copy paste program, Bahkan, Gubernur Papua Barnabas Suebu beberapa waktu lalu sempat direcoki DPRP terkait sejumlah proyek fiktif seperti Pembangunan ruas jalan Arso-Puay senilai 14 miliar, peningkatan ruas jalan Bongkran-Depapre senilai 21 miliar, pembangunan jembatan Kali Kopi di Timika senilai 4,8 miliar yang dibangun dan dikerjakan oleh PT.Freeport yang diperuntukan untuk masyarakat sekitar namun ada anggaran yang sama di APBD. lalu Kemanakah lari dana tersebut….??????? Ini hanya contoh kasus kecil. Rakyat berharap kepada Institusi penegak hukum juga, wah mereka ini kurang professional sepertinya hanya bisa mengungkapkan kasus kecil yang jumlahnya hanya ratusan juta rupiah. Berharap pada hasil audit BPK, waduh lembaga ini seperti laba-laba, untuk audit aja sejumlah oknum yang berkunjung ke daerah pulangnya pasti dapat uang transport 1 Milyar per-orang dari pemda, coba kalikan aja berapa jumlah Kabupaten kota di Papua yang mereka audit. Ini contoh kasus keci bro, saya yakin BPK pasti membantah. Sebenarnya, trilyunan rupiah yang dialokasikan Jakarta ke Papua dengan harapan ada pendidikan gratis, perbaikan taraf ekonomi dan kesehatan masyarakat. Namun semenjak otsus ini berjalan, rasanya semakin jauh dari harapan dan boleh saya katakan birokrasi di era kepemimpinan Barnabas Suebu merupakan era periode yang hilang dan menimbulkan kasus Korupsi terbesar dalam sejarah republik ini. Terkait kebijakan larangan ekspor kayu log, wah ini hanya sebatas retorika kosong, bagus dikonsep tapi pembalakan liar terus berjalan berkongsi dengan investor cina hutan milik masyarakat adat terus ditebang abis. Bahkan lebih jahat lagi dari eranya Soeharto. Ini juga contoh kasus ala Meksiko. Selain itu, keterlibatan LSM asing macam UNSAID, WVI, LSM HAM semakin memperuncing konfilk antara masyarakat Papua dengan Jakarta. Saya curiga keberadaan LSM asing di Papua sebagai kaki tangan intelejen asing “ agen CIA” dalam mensuplai data bahkan yang paling mengherankan lagi, begitu mudahnya mereka masuk dan bekerja sama dengan birokrasi di Pemerintah daerah. Barter data kemungkinan besar terjadi sehingga dari hari ke hari kondisi Papua semenjak otsus ini berjalan bertambah tidak pernah stabil. Maklum dengan keberadaan tambang emas di Timika yang katanya memiliki cadangan emas terbesar di dunia Kalo boleh usul sih sebaiknya Indonesia tidak usah pake mata uang kertaslah, mendingan diganti aja dengan mata uang emas, tentunya nilai mata rupiah lebih tinggi dari poudsterling. he.he…he Sejak Freeport McMoran mulai mengekploitasi emas, perak dan tembaga bahkan sejak 8 tahun terakhir diam diam Freeport telah memproduksi Uranium. Kontrak karya I yang di perbaharui pada 1991 untuk masa setengah abad dan kontrak karya II baru berakhir tahun 2014 buangan limbah-nya setiap hari berjumlah kurang lebih 300 ton dan telah menjadikan sistem sungai Aghawagon – Otomona – Ajikwa mengalami kerusakan total. Bahkan akibat limbah ini, ratusan km persegi hutan di sekeliliong Grasberg kini sudah menjadi padang tandus tanpa kehidupan. Minimal dengan kerusakan yang parah ini, masyarakat di Papua berhak menerima pendapatan yang banyak dari pengekploitasian yang super destroy ini. Tapi mengapa rakyat Papua belum mendapatkan haknya ? ada yang salah disini, dikarenakan kalau kita kaji ulang kontrak karya II Freeport, ada beberapa bagian yang janggal bahkan merugikan kepentingn Indonesia dalam ekonomi dan terlebih khususnya masyarakat Papua yang memiliki hak untuk merasakan hasil dari SDA mereka sendiri. Diantaranya menyangkut ketentuan royalti, atau iuran eksploitasi, menyangkut ketentuan iuran tetap untuk suatu wilayah pertambangan atau deadrent ( dalam hal ini, kalau lebih dikaji besaran iuran itu hanya berkisar Rp. 225,00 – Rp. 27.000,00 per hektar per tahun. Kenapa dalam hal ini penulis menyebutkan PT Freeport karena disinilah letak biang keroknya. Kolaborasi orang-orang “ Santaklaus” yang melindungi diri dari korupsi uang otsus dengan bertamengkan kepentingan asing di tanah Papua mungkin bisa dijawab oleh institusi maupun intelejen Negara itu sendiri . Terkait hal tersebut, semoga, pemimpin Indonesia dan Papua mendatang bisa mengkaji ulang kontrak ini, dan untuk KPK kami tantang keberaniannya untuk berantas korupsi ditanah ini jangan takut dengan kepentingan asing.” Ini kitorang pung tanah” sebelum Papua betul betul hancur dari sebelumnya.

Simulator SIM Tak Pernah Dibahas di Komisi III DPR

Jakarta - Proyek pengadaan alat simulator SIM tidak pernah dibahas di Komisi Hukum dan HAM Dewan Perwakilan Rakyat RI. Menurut anggota Komisi dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Syarifuddin Suding, pembicaraan proyek ini ada di Badan Anggaran DPR.

“Karena ini penerimaan negara bukan pajak, pembahasannya langsung di Banggar,” kata Suding ketika ditemui seusai pengajian di kediaman Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, Rabu malam, 29 Mei 2013. Dia mengaku tidak tahu menahu mengenai proyek ini.

Suding juga enggan berkomentar mengenai empat rekannya sesama komisi yang diduga terlibat di kasus korupsi simulator. Menurut dia, Aziz Syamsuddin, Bambang Soesatyo, Herman Hery, dan Desmond Juanidi Mahesa tahu proyek ini karena berada di Banggar.

“Korupsi atau tidak, tanya mereka saja,” ucap Ketua Fraksi Hanura ini. Menurut dia, posisi di Banggar rentan terhadap penyalahgunaan dana karena ada sistem yang membuka ruang untuk itu. Penyebab inilah, Suding tidak pernah bersedia duduk di Banggar sebelum sistemnya diubah.

Di Pengadilan Tipikor, panitia lelang simulator Theddy Rusmawan mengaku pernah mengantarkan empat kardus uang kepada anggota DPR. Selain Nazarudin, Teddy menyebut nama lain yakni Bambang Soesatyo dan Aziz Syamsuddin (Partai Golkar), Desmond Mahesa (Partai Gerindra), dan Herman Heri (PDI Perjuangan).

1.280 Siswa di NTT Tidak Lulus Ujian Nasional

Jakarta - Sebanyak 1.280 siswa sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak lulus ujian nasional (UN) dari total peserta sebanyak 57.907 siswa.

"Tapi, prosentasi kelulusan meningkat," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) NTT, Klemens Meba, kepada wartawan di Kupang, Sabtu, 25 Mei 2013. Menurut dia, prosentase kelulusan untuk tingkat SMA mencapai 98,11 persen dan SMK 96,98 persen.

Jika dibandingkan tahun  lalu, kata Klemens, prosentase UN hanya 94,50 persen. Ini berarti meningkat sebesar 3,61 persen untuk SMA. Sedangkan, SMK dari 96,49 persen menjadi 96,98 persen atau meningkat 0,49 persen.
Di NTT, kata dia, untuk SMA hanya satu kabupaten, yakni Manggarai Barat, yang meraih hasil 100 persen. Untuk SMK, terdapat 11 kabupaten yang meraih hasil 100 persen. "Hasilnya cukup memuaskan karena jumlah kabupaten yang meraih 100 persen cukup banyak," katanya.

SBY Setuju Papua Merdeka Pasca Pilpres 2014?

Herman Dogopia, belum lahir ketika seluruh wilayah Papua dan Papua Barat dijajah Belanda hingga t1963. Tetapi dari ceritera orangtua dan kakeknya, Belanda bukanlah bangsa penjajah bagi rakyat Papua,
Mengapa? Karena Belanda, dalam memperlakukan rakyat Papua selalu melakukan pendekatan dengan cara kasih dan persaudaraan.
Belanda, di dalam membangun Irian Barat - nama seluruh Papua ketika itu, melakukan dengan perencanaan jelas. Setiap kota memiliki peruntukan. Ada kota pendidikan, kota dagang, kota wisata, kota budaya, dan kota pemerintahan.

Dan yang mengesankan, ratusan tahun Belanda menjajah Papua. selama itu tak satu pun peluru yang mereka gunakan untuk membunuh rakyat Papua. Pelanggaran HAM oleh Belanda hanyalah karena penjajah itu tidak mempersiapkan atau mengizinkan wilayah itu menjadi negara merdeka.
Pelanggaran HAM memang belum menjadi sebuah istilah populer di era Belanda. Namun menghadapi rakyat Papua yang melakukan pelanggaran hukum yang ditetapkan pemerintah Belanda, selalu diselesaikan melalui hukum.
Konkritnya walaupun ada rakyat yang melakukan pelanggaran, seberat apapun kategori pelanggarannya, solusi hukum tidak dengan eksekusi mati.
Ketika Herman masih berbentuk seorang anak "ingusan" baru mulai belajar abjad dan bahasa Indonesia, ia mengalami periode – yang orangtua dan kakeknya melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia.
Pada 1969, ketika Papua baru enam tahun kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, sejumlah laki-laki rakyat Papua masuk ke hutan. Mereka tidak puas dan mempertanyakan manfaat dari Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang dibentuk oleh PBB dan hasilnya menguntungkan Indonesia.
Menghadapi 'pemberontakan' itu, TNI yang dipimpin Brigjen Sarwo Eddhie Wibowo (kini almarhum), menerjunkan pasukan TNI ke sejumlah tempat yang menentang Pepera.
Yang mengesankan sehingga tak bisa dilupakan Herman Dogopio, anak buah almarhum Sarwo Eddhie itu, tidak pernah bertindak kasar apalagi membunuh sekalipun yang mereka temui orang Papua yang membenci Indonesia.
Keadaannya sangat berbeda dengan situasi saat ini. Tak ada lagi pendekatan seperti yang dilakukan oleh Belanda maupun pasukan anak buah Sarwo Eddhie. Jenderal almarhum ini, merupakan mertua dari Presiden RI periode 2004-2014.
Perubahan 180 derajat tersebut, kini semakin membuat rakyat Papua ingin cepat-cepat lepas dari NKRI.
Selama 50 tahun rakyat Papua menjadi bagian dari jutaan penduduk Indonesia, sudah tak terhitung nyawa anak Papua yang melayang akibat pembunuhan oleh eksekutor Indonesia yang nota bene merupakan bangsanya sendiri.
Anak bangsa dibunuh oleh bangsa sendiri.
"Hampir tak satu persoalan yang tidak diselesaikan dengan cara kekerasan, termasuk pembunuhan. Sehinga menjadi pertanyaan di kalangan kami, apa arti kemerdekaan dalam bingkai NKRI", keluh Herman Dogopia, anggota Kaukus Papua dalam perbincangan dengan INILAH.COM di Jakarta baru-baru ini.
Perbincangan dipicu oleh adanya perkembangan politik terbaru yang kental dengan keinginan memisahkan Papua dari NKRI.
OPM (Organisasi Papua Merdeka) pertengahan April lalu mendapat izin dari pemerintah kota Oxford di Inggeris untuk memiliki perwakilannya di kota tersebut. Pembukaan kantor perwakilan itu secara de facto merupakan pengakuan Inggris atas OPM.
Menurut Herman, Kaukus Papua langsung mersepons dan mengundang pejabat terkait untuk membahas masa depan Papua dalam bingkai NKRI. Tetapi hasil pembicaraan atau diskusi dengan Kaukus Papua, tidak sama dengan penerapannya di lapangan .
Herman, ataupun para anggota Kaukus, yakin sekalipun secara diplomatis Inggeris selalu menyatakan tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua. Tetapi, menurut dia Inggris bahkan negara manapun yang memahami perlakuan Indonesia atas rakyat Papua akan selalu berpihak kepada gerakan anti Indonesia.
Herman yang sehari-hari bekerja di Jakarta bahkan sudah menjadi anggota salah satu partai peserta Pemilu 2014 tanpa ragu menegaskan dengan agresifitas OPM, kemerdekaan Papua, terpisah dari NKRI tinggal soal waktu. Kemerdekaan itu sudah ditunggu sebab pada hakekatnya seluruh rakyat Papua saat ini sudah menjadi pendukung OPM.
Sejujurnya, tutur Herman Dogopio, gerakan apapun yang dilakukan pentolan OPM saat ini dan ke depan, akan selalu didukung secara oleh semua rakyat Papua. Banyak yang diam-diam, tetapi seperti pepatah tua, diam itu emas (silent is golden). Begitulah sejatinya sikap masyarakat Papua dewasa ini.
"Saya berani bertaruh, sekalipun dia pejabat, mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah Jakarta, tetapi darah dan jantung mereka sudah berubah menjadi anggota atau pendukung OPM", katanya.
Alasannya sangat sederhana. Pemerintah Indonesia yang mengendalikan Papua secara remote dari Jakarta, tidak pernah mau melakukan dialog sehingga tidak paham atas keadaan sebenarnya.
Ia selalu terkenang dengan almarhum Gus Dur. Presiden ke-4 RI itu, bersedia membuka dialog dengan pemimpin OPM, termasuk merubah nama daerah itu dari Irian Jaya menjadi Papua.
Pertanyaan yang membayangi masyarakat Papua, mengapa dengan GAM (di Aceh) pemerintah bersedia membuka dialog, tapi dengan OPM, tidak bersedia?
Herman mengakui eskalasi atas keinginan untuk merdeka sempat meredup. Tapi kemudian membara lagi setelah pemimpin OPM, Theys Eluay dibunuh atau terbunuh. Pada 11 Nopember 2001 ia ditemukan tewas di dalam mobilnya yang berada di luar kota Jayapura.
Keinginan menjadi merdeka, semakin membara terutama dipicu oleh pernyataan Presiden SBY tahun lalu.
Menurut Herman, sudah menjadi rahasia umum di masyarakat Papua bahwa Presiden SBY tidak mau berdialog lagi dengan rakyat Papua. Entah apa alasannya tapi yang pasti SBY sendiri sudah menyatakan setuju Papua merdeka.
Syaratnya: nanti setelah SBY tidak lagi menjadi Presiden RI. pemerintahannya.
"Kalian boleh merdeka, asalkan jangan di era pemerintahan saya", kata Herman mengutip pernyataan Presiden SBY ketika bertemu dengan para pemimpin agama dari Papua, 11 Desember 2011.
Pernyataan yang tidak disampaikan kepada media itu kemudian secara berantai diceritakan oleh para pemimpin gereja Papua yang menemui SBY di Cikeas di ujung tahun 2011 tersebut.
Pernyataan Presiden SBY cukup mengejutkan sekalipun ada di antara tokoh Papua masih bertanya-tanya, apakah SBY tidak sedang salah ucap.
Herman juga termasuk yang mempertanyakan kebijakan Presiden SBY yang membentuk UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) yang dipimpin pensiunan jenderal Bambang Darmono (bukan Darsono - red).
"Apa tugas dan tujuannya kalau UP4B tidak diberikan dana operasi dan personel yang memadai?" bertanya Herman.
Herman juga heran, mengapa pemimpin UP4B tetap diam seribu bahasa? Apakah unit kerja itu memang dibentuk hanya untuk menampung sahabat Presiden SBY agar punya status dan kegiatan?
Dengan fakta di atas - sebagai anggota Kaukus Papua, Herman berkesimpulan bahwa persoalan Papua dalam NKRI saat ini memang sengaja dibiarkan oleh rezim Yudhoyono.
Ia masih bisa tersenyum sekalipun dengan senyum kecut, sebab berbagai masalah yang dibiarkan oleh rezim saat ini, ternyata bukan hanya persoalan Papua.
Sebuah pembiaran yang berisiko. Tapi apa mau dikata. "Don't Cry For Me Papua .” [mor]

A MEII Proyektil di tubuh anggota OPM Aimas bukan standar

Jayapura, Papua - Salomina Kalaibin, korban penembakan di Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat , Senin malam, akhirnya meninggal setelah dirawat sejak 1 Mei lalu. Dari tubuhnya dokter forensik mendapati, proyektil peluru yang bersarang bukan dari peluru standar TNI/Kepolisian Indonesia. Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Gede Sumerta, secara terpisah mengatakan, korban sempat dioperasi Kamis malam (1/5), sesaat setelah tertembak, di RS Sele Be Selo Aimas. Dikatakan, dokter yang mengoperasi korban berhasil menggeluarkan proyektil namun jenisnya bukan yang biasa digunakan TNI/Kepolisian Indonesia, alias bukan amunisi standar senjata organik. "Kami memperoleh informasi proyektil yang ditemukan pada tubuh korban itu bukan proyektil yang digunakan polisi atau TNI," kata Sumerta. Secara terpisah, Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Gde Sugianyar, menyatakan, "Korban kebetulan perempuan. Namun diketahui perempuan korban ini anggota OPM Kalaibin, memiliki seragam dan kartu anggota gerakan mereka." Informasi dihimpun menyatakan Salomina Kalaibin memiliki kartu anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dengan nomor anggota 7104485, berpangkat Sergeant 2E, berlaku mulai 1 Juli 2007, dan ditandatangani Panglima Pembebasan Nasional Papua Barat, Richard H Jowen. Dengan dia meninggal, maka tercatat tiga warga tewas akibat penembakan sesaat setelah tim gabungan TNI/Polri diserang masyarakat, sekitar pukul 02.00 WIT Kamis pekan lalu. Penyerangan itu terjadi saat petugas gabungan menuju lokasi yang dilaporkan ada sekitar 200 warga sedang berkumpul dan diduga bersiap mengibarkan bendera Bintang Kejora, lambang separatis OPM untuk memperingati Hari Aneksasi yang jatuh 1 Mei. Oleh negara, 1 Mei di sana juga diperingati sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang biasa dirayakan dengan berbagai keramaian melibatkan masyarakat setempat. Selama ini Sorong dikenal sebagai salah satu kawasan paling aman dan tenteram di Provinsi Papua. Akibat penyerangan itu, satu anggota TNI AD setempat, Pembantu Letnan Dua Saltoni, luka bacokan dan dua unit kendaraan roda empat yang digunakan rusak berat. Polisi hingga saat ini masih menyelidiki kasus tersebut dan sudah menetapkan enam warga sebagai tersangka. Kelompok OPM setempat penyerang patroli gabungan itu diketahui dipimpin Isak Kalaibin. "Kami tengah mengejar kawanan Kalaibin itu hingga ke hutan-hutan," kata Kepala Polres Sorong, Komisaris Besar Polisi Zulpan, yang dihubungi lewat telefon genggam. Di lokasi dekat tempat penyerangan patroli gabungan itu, di Desa Aimas, Distrik Aimas, petugas gabungan mendapati berbagai barang bukti aktivitas kawanan Kalaibin. Selain bendera, ada bagan organisasi OPM setempat, denah posisi pos polisi dan pos TNI AD setempat, serta dokumen-dokumen rencana aksi penyerangan. Masih ada ratusan amunisi kaliber 5,56 milimeter, senjata api rakitan, dan magasen pembungkus butir amunisi di senjata laras panjang. Serta senjata tajam tradisional berupa kampak, parang, dan panah di lahan yang menjadi arena perekrutan dan pelatihan anggota separatis OPM itu.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons